PETANI WAHID

Saya sangat mengagumi dunia pertanian, saat ini sedang belajar bertani melalui buku, internet, dan pengalaman orang lain .... semua ilmu yang saya peroleh, saya masukkan ke blog ini ... terutama pertanian organik .... Blog ini juga berisi kumpulan searching Petani Wahid mengenai pertanian... saya akan usahakan tampilkan sumbernya ......

Senin, 25 Agustus 2008

Tanah: Tantangan bertani di Indonesia

Hidup di Negara yang Bercekaman Tinggi
Ditulis pada Maret 4, 2008 oleh awangmaharijaya


”Siapa saja yang mengusahakan tanah mati menjadi hidup (dapat ditanami), baginya mendapatkan suatu ganjaran pahala. Dan makhluk apa pun yang mendapatkan makan darinya akan dihitung sebagai pahala baginya”(Hadist)


Tulisan ini ditulis bukan bermaksud mendemotivasi kita untuk mau hidup lagi di Indonesia, namun justru sebaliknya, saya ingin memotivasi pembaca dengan memberikan sedikit uraian mengenai tantangan yang harus dihadapi Indonesia dalam bidang pertanian.

Saya merasa perlu menulis tulisan ini karena pada beberapa postingan milis yang saya dapatkan, masih banyak rekan-rekan yang menulis atau mengambil tulisan dengan tema umum seperti ini, ”INDONESIA NEGARA YANG KAYA AKAN SUMBERDAYA ALAM, MENGAPA TIDAK MAJU” dan yang sejenisnya. Selanjutnya saya bukan bermaksud melakukan pembelaan atau yang sejenisnya.

Adapun yang ingin saya kemukakan adalah pentingnya memahami tantangan pengembangan pertanian dari sisi cekaman yang ditemukan. Saya sering berdiskusi dengan Prof. M.A. Chozin (Guru Besar Ekofisiologi IPB) mengenai kendala perkembangan pertanian dan pemanfaatan sumberdaya alam di Indonesia. Salah satu hal yang sering menjadi inti diskusi adalah banyaknya cekaman yang ada di Indonesia berupa cekaman biotik dan abiotik.

Bahkan kedua jenis cekaman tersebut saling berinteraksi. Kedekatan saya dengan Prof. Chozin terutama visi dan misinya menyadarkan saya sebagai generasi muda yang tumbuh dan berkembang di Indonesia untuk memahami permasalahan ini dan berbuat sesuatu semampu saya. Bangsa Indonesia patut bersyukur karena memiliki wilayah yang berada pada wilayah tropis. Wilayah tropis merupakan wilayah di garis katulistiwa dan wilayah ke utara dan ke selatan sampai sekitar garis lintang 23 ½o.

Luasan wilayah tropika di dunia diperkirakan sebesar 40% dari total permukaan bumi. Dikarenakan secara geografis Indonesia terletak antara 95oBT sampai 141oBT, dan 6oLU sampai 11oLS dengan lebar dari utara sampai selatan sekitar 2000 km dan panjang dari timur sampai barat sekitar 5000 km, maka wilayah Indonesia termasuk dalam salah satu negara tropis terbesar di dunia. Wilayah tropis dikenal memiliki agroklimat yang unik dan berpotensi besar dalam pengembangan pertanian. Iklim tropis tersebut membawa pengaruh terhadap karakteristik lingkungan di wilayah tropis. Karakteristik lingkungan tropis dapat dipandang sebagai suatu potensi yang luar biasa dalam bidang pertanian. Namun demikian, potensi tersebut diiringi dengan berbagai tantangan dalam manajemennya, karena kalau tidak diatasi dengan baik justru dapat menjadi faktor penghambat pertanian di wilayah tropis.


Potensi dan tantangan pertanian di wilayah tropika

Potensi lingkungan tropis terutama sekali terletak pada adanya lingkungan yang beragam dengan agroklimat yang mendukung yang memungkinkan adanya tingkat produksi sepanjang tahun yang stabil. Dengan demikian daya produksi tahunan di wilayah tropis lebih tinggi dibandingkan wilayah lain. Komponen agroklimat yang dimaksud adalah intensitas cahaya matahari (energi surya) yang tinggi, suhu relatif konstant dan kelembaban serta curah hujan yang tinggi. Dengan adanya agroklimat yang baik tersebut, wilayah Indonesia memungkinkan ditumbuhi berbagai organisme sehingga Indonesia dikenal sebagai negara mega-biodiversity. Adanya keragaman tipe ekosistem termasuk adanya tekanan abiotik dan biotik di wilayah tropika dapat mendorong munculnya keragaman genetik tanaman asli dan tidak tertutup kemungkinan untuk mengintroduksi tanaman dari luar (sub-tropis).

Potensi tersebut diikuti oleh berbagai tantangan dalam mengembangkan pertanian di wilayah tropika. Dalam kegiatan pertanian, pertumbuhan tanaman dari fase benih/bibit hingga produksi/panen akan melibatkan berbagai faktor lingkungan biotik dan abiotik. Komponen abiotik adalah iklim dan tanah, sedangkan komponen biotik berupa hama, penyakit dan gulma. Agroklimat yang mendukung pertumbuhan organisme menjadi penyebab tingginya keragaman organisme pengganggu dalam usaha pertanian di wilayah tropis. Dengan adanya faktor tersebut maka pertanian di wilayah tropis seringkali tidak berada pada kondisi yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi tanaman, dan pengembangan pertanian akan bergeser pada lahan dan kondisi agroklimat sub-optimum (bercekaman). Hal tersebut dapat mendorong gap yang besar antara potential yield dan actual yield yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional.

Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, jumlah lahan produksi yang produktif semakin berkurang. Konversi lahan pertanian secara umum saja saat ini adalah sebesar 1.4 % per tahun di pulau Jawa. Lahan pertanian banyak berganti wajah menjadi pemukiman dan fasilitas lain. Dengan demikian diperlukan usaha untuk meningkatkan produktivitas pertanian pada lahan produktif yang semakin terbatas. Untuk kondisi saat ini, usaha untuk meningkatkan kapasitas produksi dapat ditempuh diantaranya dengan cara yaitu: penggunaan bibit unggul, perbaikan teknologi budidaya, perbaikan penanganan pasca panen dan pemanfaatan lahan-lahan bercekaman.

Pemanfaatan lahan-lahan bercekaman merupakan peluang yang besar untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional bahkan dunia mengingat masih banyaknya lahan-lahan bercekaman ini. Sebagai contoh, sampai saat ini lahan sawah irigasi masih menjadi tulang punggung produksi padi nasional padahal pembangunan sistem irigasi memerlukan dana yang tidak sedikit. Adanya kecenderungan penyusutan lahan produktif di Pulau Jawa dan di daerah lain (termasuk lahan sawah produktif) akhirnya mendorong untuk mengarahkan perhatian pada ketersediaan lahan marginal yang ada. Adapun lahan marginal ini diantara berupa lahan tadah hujan, pasang surut, rawa, dan lahan kering.


Cekaman Lingkungan Abiotik pada Lahan-Lahan Marginal

Cekaman abiotik merupakan ancaman pengembangan pertanian di wilayah tropis. Beberapa cekaman abiotik yang dirasakan sangat mengganggu diantaranya adalah kekeringan, terlalu banyak air (genangan), salinitas/alkalinitas, tanah sulfat masam, kekurangan unsur P dan Zn, serta keracunan Al dan Fe.

Kekeringan dan Genangan air

Ketersediaan air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang penting bagi produksi pertanian. Mayoritas tanaman memerlukan cukup banyak air sehingga masih cukup sulit dikembangkan pada lahan-lahan kering. Meskipun demikian jika terlalu banyak air atau tergenang sepanjang waktu juga tidak menguntungkan bagi tanaman dan akan terjadi pengurangan nilai produksi.

Kemasaman Tanah

Kemasaman tanah merupakan kendala paling inherence dalam pengembangan pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh normal (sehat) umumnya pada ph 5,5 untuk tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral karena pada pH <> 50 cm dari permukaan tanah. Kendala produksi tergolong kecil karena mutu tanah tidak termasuk bermasalah.
Lahan sulfat masam adalah lahan yang mempunyai lapisat pirit pada jeluk <>sumber: http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/03/04/hidup-di-negara-yang-bercekaman-tinggi/

Minggu, 24 Agustus 2008

fungsi tanaman sebagai pestida nabati

Satu lagi komponen penting dari konsep pertanian organik ramah lingkungan, yakni pembasmian hama dan penyakit tanaman dengan pestisida nabati.
PEMBASMIAN hama dengan cara pestisida nabati bukanlah konsep baru yang dipicu oleh maraknya pertanian organik akhir-akhir ini. Namun upaya ini telah ada sejak dulu, pestisida nabati lahir dari kearifan nenek moyang kita dalam menyikapi mewabahnya hama dan penyakit tanaman.
Sayangnya, ketika produk kimia beredar luas di pasaran, cara bijak itu pun dikesampingkan. Memang pestisida sintetis ini memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan efektivitasnya, namun efeknya yang bisa meracuni lingkungan mengembalikan kesadaran kita untuk memanfaatkan unsur-unsur dari alam dalam membasmi organisme pengganggu tanaman (OPT) tersebut.
Sejauh ini pemakaian pestisida nabati aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan. Inilah keunggulan pestisida nabati yang sifatnya hit and run (pukul dan lari), yaitu bila diaplikasikan akan membunuh hama pada saat itu juga dan setelah itu residunya akan cepat menghilang/terurai di alam. Karena sifatnya yang mudah terdegradasi ini pestisida nabati harus sering disemprotkan pada tanaman.
Alam memang telah menyediakan bahan-bahan pestisida tersebut. Berbagai penelitian membuktikan beberapa tanaman mampu membasmi atau mengusir hama dan penyakit tanaman, bahan-bahan alamiah tersebut hadir dalam jaringan tumbuhan seperti daun, bunga, buah, kulit dan kayunya.
Tercatat ada 2.400 jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 234 famili dilaporkan mengandung bahan pestisida (Ir. Agus Kardinan, MS, Pestisida Nabati, Ramuan & Aplikasi, 1999). Tumbuh-tumbuhan ini dikelompokkan ke dalam: tumbuhan insektisida nabati, tumbuhan atraktan, tumbuhan rodentia nabati, tumbuhan moluskisida nabati dan tumbuhan pestisida serba guna.
Tumbuhan insektisida nabati adalah pengendali hama serangga. Contoh tumbuhan ini di antaranya piretrum (krisan), babadotan, bengkuang, bitung, jeringau, saga, serai, sirsak dan srikaya. Kemudian tumbuhan antraktan (pemikat) yang mampu menghasilkan bahan kimia menyerupai feromon. Di antara jenis tumbuhan ini adalah daun wangi (Melaleuca bracteata L.) serta selasih.
Sementara tumbuhan yang bisa digunakan sebagai pengendali roden (tikus, babi dll) adalah gadung KB dan gadung racun. Untuk jenis tumbuhan moluskisida nabati atau pembasmi moluska bisa dipakai tefrosia, tuba, dan sembung. Sementara pestisida serba guna (insektisida, fungisida, bakterisida, moluskisida, nematisida, dll) bisa diwakili oleh jambu mete, lada, nimba, mindi, tembakau, dan cengkih.
Untuk menghasilkan bahan pestisida nabati siap pakai dapat dilakukan secara sederhana. Pertama, dengan teknik penggerusan, penumbukan, pembakaran, atau pengepresan untuk menghasilkan produk berupa tepung, abu, atau pasta. Kedua, dengan teknik rendaman untuk menghasilkan produk ekstrak. Ketiga, dengan cara ekstraksi menggunakan bahan kimia.
Pestisida nabati dapat dibuat secara sederhana dan mudah dengan biaya murah sehingga dapat menekan biaya produksi pertanian. Dari pengalaman beberapa petani, pemakaian pestisida nabati bisa menekan ongkos produksi sampai 40%.
Mengapa beberapa tumbuhan bisa bersifat pestisida? Ini terletak pada zat aktif yang dikandung tanaman tersebut. Sebagai gambaran adalah tanaman nimba (Azadirachta indica). Tanaman ini mengandung bahan aktif azadirachtin, meliantriol, salannin, dan nimbi. Kombinasi bahan aktif ini disinyalir mampu mengurangi serangan ulat tanah Agrotis epsilon, belalang, aphids, dan ulat grayak Spodopthera exigua. Nimba mempengaruhi reproduksi, penolak, penarik, antimakan, dan menghambat perkembangan hama serangga. Total ada sekitar 40 jenis serangga yang bisa ditanggulangi nimba ini.
Di balik kecantikan bunga krisan (Chrysantemum cinerariaefolium) ada potensi untuk mengganyang hama lalat. Rahasianya terletak pada zat piretrin yang bersifat racun. Sebanyak 25 g serbuk krisan yang dilarutkan dalam 10 l air, kemudian dicampur dengan 10 cc deterjen cair atau sabun colek. Setelah diendapkan semalam dan disaring kain halus, semprotan larutan ini mampu membunuh hama kubis dalam 24 jam.
Zat aktif piretrinnya mampu merusak sistem saraf hama. Zat itu bekerja sangat cepat (rapid in action) dan menimbulkan gejala kelumpuhan yang mematikan.Semprotan air perasan daun picung, suren, dan biji nimba bisa menjadi alternatif dalam mengusir wereng.
Menurut literatur, picung (Pangium edule) mengandung minyak atsiri beracun yang digunakan sebagai insektisida nabati. Sementara suren (Toona sureni) kaya akan kandungan surenon, surenin, dan surenolakton yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan, insektisida, dan antifeedant (penghambat daya makan) terhadap larva serangga. Bahan ini juga terbukti sebagai repellant (pengusir) nyamuk.
Nimba, bunga krisan, picung, dan suren hanya sebagian dari jajaran "si pembasmi kejahatan" itu. Tentunya masih banyak lagi dan tidak akan cukup untuk diuraikan dalam tulisan pendek ini, sebagai pengetahuan beberapa tumbuhan itu didaftar di bawah ini. (Dede Suhaya/dari berbagai sumber)***
Si Penebar Maut Itu
DAUN brotowali bisa mengatasi lalat buah, bila ditambah kecubung wulung dapat mengendalikan ulat grayak atau hama penggerek batang.
Nimba pembasmi ulat tanah Agrotis sp, belalang, aphids, dan ulat grayak
Daun mimba dan sirih mengatasi antraknosa pada cabe merah
Larutan/parutan jahe, cengkeh untuk mengusir serangga, mengatasi Plutella xylostella pada kubis
Umbi bawang putih dan bawang merah bisa mengendalikan serangan ngengat dan kupu-kupu, Alternaria porii, dan layu fusarium.
Daun mindi mengatasi ulat grayak Spodoptera sp. dan ulat daun Plutella xylostella
Daun cocor bebek menanggulangi larva ulat daun Plutella xylostella
Daun dan biji suren bisa membasmi walangsangit, hama daun Eurema sp
Akar dan daun serai wangi ampuh terhadap aphids dan tungau
Daun babadotan membasmi ulat
Daun cengkih sebagai fungisida
Umbi gadung memberantas aphids, tikus
Buah maja untuk mengusir walangsangit
Buah mengkudu sebagai larvasida
Kulit batang pasak bumi musuhnya lalat buah
Daun tembakau ampuh terhadap aphids
Teh basi untuk mengusir semut.

sumber: http://dedesuhaya.blogspot.com/2008/06/hit-and-run-gaya-pestisida-nabati.html

Label:

Sabtu, 23 Agustus 2008

Pengendalian Hama Dengan Insektisida Botani

Pengendalian Hama Dengan Insektisida BotaniKamis, 28 Februari 2008 11:36:07

Ir. H. Samsudin, MSi (Dir. LPS-DD)
Serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya merupakan salah satu faktor penting yang dapat mengurangi hasil pertanian. Selama ini, petani sangat tergantung kepada pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tersebut, padahal penggunaan pestisida yang berlebihan, tidak saja akan meningkatkan biaya produksi, tetapi juga berdampak buruk bagi kesehatan petani, konsumen maupun keseimbangan hayati sekitarnya. Beberapa pengaruh negatif yang akan timbul akibat penggunaan pestisida kimia sintetis adalah: Hama menjadi resisten (kebal).Peledakan hama akibat tidak efektifnya pemakaian pestisida.Penumpukan residu yang dapat membahayakan. petani/pengguna dan konsumen. Ikut terbunuhnya musuh alami.Terjadinya polusi lingkungan.Perubahan status hama dari hama minor menjadi hama utama.
AlternatifPencegahan harus dilakukan melalui penggunaan pestisida alami yang tidak meninggalkan residu berbahaya dan ramah lingkungan (friendly environment), penggunaan musuh alami hama (predator dan parasitoid), bio-pestisida, rotasi tanaman dan menanam tanaman kawan (companion plant).Pada lahan sempit, petani dapat melakukan pengendalian secara manual (memetik daun atau memungut ulat yang menyerang).Pengamatan dilakukan sesering mungkin, dan petani harus rajin melakukan sanitasi terhadap lingkungan sekitar tanaman. Daun-daun yang terkena penyakit sebaiknya dibakar (eradikasi). Rotasi tanaman adalah menanam sayuran yang tidak sekeluarga atau tidak sama, dalam satu tempat dalam jangka waktu tertentu, misalnya : lahan bekas kacang panjang berikutnya jangan ditanami buncis. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan penumpukan bibit hama/penyakit. Selain itu, rotasi tanaman juga bermanfaat bagi penambahan unsur N, misalnya lahan setelah ditanami jagung, berikutnya ditanami kacang buncis/kacang panjang.Sedangkan tanaman kawan/pendamping (companion plant), berfungsi mengusir hama, aroma tanaman tersebut membuat hama tidak mau mendekat, contoh yang banyak ditemui di lapangan adalah : kol dan tomat. Aroma tomat sangat tidak disukai oleh kupu-kupu yang menjadi siklus hidup ulat Plutella. Contoh lainnya seledri dan bawang daun, tomat dan bawang daun, selada dan ketimun dan lain-lainnya.Sedangkan beberapa jenis pestisida organik yang berfungsi sebagai pengendali hama/penyakit antara lain : pestisida nabati (pesnab), agen hayati yang berfungsi sebagai predator atau musuh alami bagi hama-hama atau penyakit jenis tertentu (bio-pestisida), dan bahan-bahan lain yang berfungsi sebagai penarik atau penolak kehadiran serangga/repellent .Agen hayati umumnya dikembangbiakkan dalam media tertentu dan diaplikasikan dengan cara disemprot (misalnya : virus NPV, bakteri Bt) dan dapat pula dicampurkan dalam media tanam/pupuk (misalnya : Gliocladium).Tepung belerang dapat ditaburkan pada bagian daun/batang yang terkena busuk jamur (Phytopthora).Urien sapi juga dapat digunakan sebagai pengusir hama setelah terlebih dahulu dibiarkan selama 2 minggu di bawah sinar matahari dan diencerkan dengan air sebelum disemprotkan, karena urine yang konsentrasi pekat dapat mengakibatkan daun tanaman terbakar.No. JENIS BAHAN Hama/Penyakit yang dikendalikan
A. PESTISIDA NABATI
1. Mimba Kutu daun, >>>>ulat penggerek, belalang,
2. Daun nangka>>>>> Aphid, thrips
3. Selasih>>>>> Lalat buah
4. Tegetes .>>>>>>Kutu putih
5. Akar tuba Aphid, >>>>>>ulat, keong mas
6. Bawang putih >>>>>Kutu daun, kumbang penggerek
7. Sirsak >>>>>Aphid, semut dan hama gudang
8. Bunga krisan>>>>> Berbagai jenis serangga
9. Tembakau >>>>>Berbagai jenis serangga
10. Jahe >>>>>>Berbagai jenis serangga
11. Cengkeh Cendawan >>>>>: Fusarium , Phytopthora

B. BIO-PESTISIDA
1. Virus Se NPV Ulat grayak pada bawang
2. Virus Sl NPV Ulat grayak pada cabe, kacang dan tembakau
3. Bacillus thuringiensis (Bt) Ulat grayak Spodoptera litura, Plutella dan Crocidolomia pada kubis-kubisan
4. Gliocladium sp Jamur Fusarium, Phytopthora
5. Trichoderma Jamur Fusarium, Phytium
C. BAHAN LAIN
1. Tepung terigu Ulat Plutella dan Crocidolomia pada kubis-kubisan dan sawi.
2. Belerang/sulfur Jamur Phytopthora
3. Metyl eugenol (feromon) Lalat buah
4. Urine sapi Aphid (kutu daun)

BEBERAPA FUNGSI PESTISIDA NABATI
Pestisida nabati memiliki berbagai fungsi yang bermacam-macam, antara lain sebagai :Repelen, yaitu menolak kehadiran serangga (bau yang menyengat)Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot (ada rasa pahit).Mencegah serangga meletakkan telur.Sebagai racun syaraf.Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga.Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga.Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri.

B. BAHAN DAN CARA PENGOLAHAN
Untuk membuat pestisida nabati (pesnab) diperlukan bahan-bahan berupa bagian dari tumbuhan tertentu, misalnya daun, biji, buah, akar dan lainnya. Bahan-bahan tersebut diolah menjadi berbagai macam bentuk, antara lain : cairan berupa ekstrak dan minyak, serta bentuk padat (tepung dan abu). Contoh bentuk-bentuk hasil pengolahan pestisida nabati antara lain sebagai berikut :Bahan mentah yang berbentuk tepung (tepung nimba, tepung kunyit, tepung jahe).Ekstrak tanaman/resin dengan mengambil cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman tertentu. (minyak nimba, minyak krisan, minyak cengkeh, dll).Bagian tanaman dibakar untuk diambil abunya dan dipakai sebagai insektisida misalnya : serai, tembelekan (Lantana Cemara)), daun bambu dan lain-lain.

C. KELEBIHAN dan KEKURANGAN
Kelebihan dari pestisida berbahan baku nabati antara lain :Mengalami degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari.Memiliki efek/pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan nafsu makan serangga walapun jarang menyebabkan kematian.Toksitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman pada manusia (lethal dosage (LD) >50 Oral).Memiliki spektrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif.Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida sintetis.Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman.
Sedangkan kelemahan penggunaan pestsida nabati sebagai berikut :Cepat terurai dan aplikasinya harus lebih sering.Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan serangga/ memiliki efek lambat).Kapasitas produksinya masih rendah dan belum dapat dilakukan dalam jumlah massal (bahan tanaman untuk pestisida nabati belum banyak dibudidayakan secara khusus).Ketersediaannya di toko-toko pertanian masih terbatas
Bahan-bahan di atas umumnya dibuat dengan cara diblender, direbus dan direndam sebelum disemprotkan. Untuk jenis biji direndam terlebih dahulu kemudian ditumbuk/diblender. Sedangkan jenis daun dan umbi dapat diblender dan diambil ekstraknya. Sebelum digunakan bahan-bahan di atas dicampur dengan larutan sabun colek/sabun cair tipol dan direndam semalam, setelah itu siap digunakan.

D. BEBERAPA JENIS TUMBUHAN UNTUK PESTISIDA NABATIMIMBA (Azzadirachta indica)
Senyawa aktif yang dikandung mimba adalah azadirachtin, meliantriol dan salanin seperti bawang dan rasanya sangat pahit. Berbentuk tepung dari daun,atau cairan iminyak dari biji/buah. Efektif untuk mencegah makan bagi serangga dan mencegah serangga mendekati tanaman (repellent) dan bersifat sistemik.Mimba juga dapat membuat serangga mandul, karena dapat menggangu hormon produksi dan pertumuhan serangga.Mimba mempunyai spektrum yang luas, efektif untuk mengendalikan serangga bertubuh lunak ( 200 spesies) antara lain : belalang, thrips, ulat, wereng, kupu-kupu putih, dll.Disamping itu mampu mengendalikan jamur (fungisida) pada tahap preventif, menyebabkan spora jamur gagal berkecambah. Jamur yang dikendalikan antara lain penyebab ; embun tepung, penyakit busuk, cacar daun/kudis, karat daun dan bercak daun. Dan mencegah bakteri pada embun tepung (powdery mildew).Ekstrak mimba sebaiknya disemprotkan pada tahap awal dari perkembangan serangga, yaitu disemprotkan pada daun dan juga dapat disiramkan pada akar tanaman untuk diserap akar atau mengendalikan hama dalam tanah.AKAR TUBA (Derris eliptica)
Senyawa yang ditemukan adalah rotenon. Rotenon dapat diekstrak menggunakan eter/aseton menghasilkan 2-4 % resin rotenon, dibuat menjadi konsentrat air.Rotenon mampu menyebabkan serangga untuk berhenti makan. Kematian serangga terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah terkena rotenon. Rotenon dapat dicampur dengan piretrin/bebelrang. Merupakan racun sel yang sangat kuat bagi serangga.Rotenon adalah racun berspktrum luas, sebagai racun perut dan kontak dan tidak sistemik. Berperan sebagai moluskisida, insektisida (seranga), akarisida (tungau).TEMBAKAU (Nicotiana tabacum)
Senyawa yang ditemukan adalah Nikotin. Daun tembakau kering mangandung 2-8 % nikotin. Nikotin merupakan racun syaraf bereaksi sangat cepat.Nikotin bertindak sebagai racun kontak untuk hama seperti ; ulat perusak daun, aphids, thrips, dan kutu daun serta sebagai pengendali jamur (fungisida).BABADOTAN (Ageratum conyzoides)
Kandungan aktif tanaman babadotan adalah saponin, flavanoid dan polifenol. Dan mengandung minyak atsiri.Mampu mencegah hama mendekati tanaman (penolak) dan mampu menghambat pertumbuhan larva menjadi pupa.Masih terdapat berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida nabati/botani dengan kandungan bahan aktif yang berbeda-beda. Diharapkan dengan penggunaan pestisida nabati, ketergantungan terhadap pemakaian pestisida kimia dapat dikurangi sehingga kemanan bagi petani/pengguna maupun konsumen dapat ditingkatkan dari bahaya keracunan pestisida. Disamping itu kelestarian lingkungan hidup akan terjaga dan berkelanjutan.

by : Ir. H. Samsudin, MSi (Dir. LPS-DD)

sumber: http://www.pertaniansehat.or.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=20

Ramuan pestisida Nabati

pestisida NABATI
Oleh. Koswara Wijaya, Ir.

RAMUAN PESTISIDA NABATI

1) Untuk Mengendalikan Hama secara Umum Bahan:

- Daun Mimba : 8 kg
- Lengkuas : 6 kg
- Serai : 6 kg
- Diterjen/Sabun Colek : 20 kg
- Air : 80 liter

Cara Membuat

- Daun mimba, lengkuas dan semi ditumbuk halus dicampur dengan diterjen/sabun colek
lalu tambahkan 20 liter air diaduk sampai merata. Direndam selama 24 jam kemudian
saring dengan kain halus. Larutan akhir encerkan dengan 60 liter air. Larutan tersebut
disemprotkan pads tanaman untuk luasan 1 hektar.

2) Untuk Mengendalikan Hama Trips pada Cabai

Bahan
- Daun Sirsak 50 - 100 lembar
- Deterjen/Sabun Colek 15 gr.
- Air 5 liter.

Cara Membuat
- Daun sirsak ditumbuk halus dicampur dengan 5 liter air.
- Direndam selama 24 jam, saying dengan kain halus.
- Setiap liter Iarutan dapat diencerkan dengan 10 - 15 liter air.
- Aplikasi dengan menyemprotkan larutan tersebut pada seluruh bagian tanaman yang
ada hamanya.

3) Ramuan untuk Mengendalikan Hama Belalang dan Ulat.

Bahan
- Daun Sirsak 50 lembar
- Daun Tembakau satu genggam
- Deterjen/Sabun Colek 20 gr.
- Air 20 liter.

Cara membuat
- Daun sirsak dan tembakau ditumbuk halus. Tambahkan deterjen/sabun colek aduk
dengan 20 liter air, endapkan 24 jam.
- Disaring dengan kain halus dan diencerkan dengan 50 - 60 liter air, aplikasi dengan cara
disemprotkan.

4) Ramuan untuk Mengendalikan" Hama Wereng Coklat, Penggerek Batang dan
Mematoda.
Bahan:
- Biji Mimba 50 gr.
- Alkohol 10 cc.
- Air 1 liter.

Cara membuat :
- Biji mimba ditumbuk halus dan diaduk dengan 10 cc alkohol, encerkan dengan 1 liter air,
endapkan selama 24 jam, wring dan dapat disemprotkan pada tanaman/serangga hama.

5) Ramuan untuk Mengendalikan Hama Tanaman Bawang Merah.

Bahan
- Daun Mimba 1 kg.
- Umbi Gadung Racun 2 buah.
- Deterjen/Sabun Colek sedikit.
- Air 20 liter.

Cara membuat
- Daun mimba dan umbi gadung ditumbuk halus, ditambah deterjen/sabun colek aduk
dengan 20 liter air, endapkan 24 jam, saring dan dapat disemprotkan pads tanaman.

Bahan
- Limbah daun tembakau 200 kg.

Cara membuat

- Dihancurkan/ditumbuk dihaluskan, cara aplikasi tumbuhan dan tembakau ditaburkan
bersama pemupukan untuk 1 hektar. Limbah dan tembakau itu baik untuk
mengendalikan penyakit karena jamur, bakteri dan mematoda.

6) Ramuan untuk Mengendalikan Tikus.

Bahan
- Umbi Gadung Racun 1 kg.
- Dedak padi. 10 kg.
- Tepung ikan 1 ons.
- Kemiri sedikit.
- Air sedikit.

Cara membuat:
- Umbi dikupas, dihaluskan, semua bahan dicampurkan tambah air dibuat pelet. Sebarkan
pelet dipematang sawah tempat tikus bersarang.



Penulis: Oleh. Koswara Wijaya, Ir.

Label:

Kamis, 21 Agustus 2008

Budidaya Bawang Merah

Bawang merah merupakan salah satu tanaman sayuran yang menjadi menu pokok hampir pada semua jenis masakan dengan fungsi sebagai penyedap masakan. Fungsi esensial pada bawang merah menunjukan jumlah penggunaan pada tiap masakan yang memerlukan penyedap sayuran ini, namun apabila mayoritas masyarakat di Bumi Pertiwi ini menggunakannya, maka dapat dipastikan bahwa secara keseluruhan jumlah penggunaan bawang merah sangatlah besar.
Pada kondisi seperti sekarang ini, Indonesia yang sedang dalam keadaan krisis ekonomi harus dapat mengoptimasikan penggunaan sumber daya alamnya sebagai salah satu jalan untuk dapat memulihkan kondisi perekonomiannya. Sebagai negara agraris sejak dahulu dan dengan dengan potensi alam yang memadai, sebenarnya kita tidak perlu menjadi negara pengimpor bawang merah seperti sekarang.



Sejarah


Tanaman bawang merah diduga berasal dari Asia, terutama Palestina, India, Utara Pakistan dan daerah pengunungan Iran dan juga berkembang ke Mesir dan Turki.
Dari berbagai penelusuran dalam literatur, menunjukan bahwa zaman I dan II Dynasti (3200 - 2700 sebelum masehi) bangsa mesir sering melukiskan bawang merah pada patung dan tugu-tugu mereka. Di Israel, tanaman bawang merah dikenal pada tahun 1500 SM.
Hingga sekarang hampir diseluruh negara di dunia ini mengenal bawang merah. Negara-negara yang menjadi produsennya antara lain; Jepang, USA, Rumania, Italia, Iran, Meksiko, Vietnam, China, dan Philipina.





Daerah penyebaran
Daerah penyebaran bawang merah di Indonesia antara lain; Brebes, Tegal, Cirebon, Kuningan, Pekalongan,Wates (Yogyakarta), Solo, Sumenep (Madura), Soreang dan Madur (Bandung).
Berdasarkan surei pertanian produksi tanaman sayuran di Indonesia tahun 1991, luas panenan bawang merah 70.989 hektar dengan total produksi 509.013 ton.




Kegunaan
Bawang merah termasuk sayuran umbi yang multiguna paling utama kegunaannya adalah sebagai bumbu penyedap masakkan, sebagai bawang goreng pasaranya telah menembus pasar ekspor ke Singapura, produsennya adlah kebupaten Kuningan (Jawa Barat).
Kegunaan lain bawang merah adalah sebagai obat tradisional, bawang merah dikenal sebagai obat karena mengandung efek antiseptik dari senyawa alliin atau allisin yang oleh enzim alliin liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisida.
Dalam dunia industri makanan bawang merah sering diawetkan dalam kaleng (canning), sous, sop kalengan, tepung bawang dll.

Aspek Ekonomi


Bawang merah termasuk komoditas utama dalam prioritas pegembangan sayuran di Indonesia, karena setelah ratusan tahun dibudidayakan sekaligus merupakan sumber pendapatan bagi petani dan ekonomi negara ini.
Meskipun fluktuasi harga bawang sering turun naik, usahatani bawang merah ini sangatlah prospektif untuk diusahakan dan dapat dijadikan andalan, mengingat permintaan akan bawang merah terus meningkat, tidak hanya pasar didalam negri tapi juga pasaran eksport.
Pada periode tahun 1986 – 1990, ekspor bawang merah Indonesia mencapai 89.678 kg, senilai US $ 14.309, dengan negara tujuan Singapura, Malaysia dan Hongkong, Tetapi Sekarang Kondisi ini terbalik karena kita adalah pengimpor bawang merah, hal ini dikarenakan oleh sentra-sentra bawang merah seperti Brebes, Tegal, Cirebon tanah pertaniannya mengalami degradasi hara untuk komoditas bawang merah, sehingga hal ini menjadikan peluang daerah lain meningkat untuk dikembangkan mengantikan fungsi sentra-sentra yang telah terdegradasi tersebut. menurut pemantau berita RRI dan Koperasi Pasar Induk Caringin harga bawang merah sekarang pada tingkat petani berkisar Rp 6.500,- sampai Rp. 7.000,-, antar pedagang Rp. 7.000,- sampai Rp. 8.000,- dan di tingkat konsumen akhir antara Rp. 10.000,- sampai Rp. 12.000,-, hal ini disebabkan juga karena faktor produksi (pupuk, pestisida, dan tenaga kerja) mengalami peningkatan harga.

Data Biologi

DATA BOTANI BAWANG MERAH
Tanaman bawang merah dalam tata nama tumbuhan, termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Lilialaes (Liliaflorae)
Famili :Liliales
Genus :Allium
Spesies :
Allium ascalonicum L.

Akar
Berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah.
Batang
Memiliki batang sejati atau disebut "diskus" yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), diatas diskus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semu yang berada di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis.
Daun
Berbentuk silindris kecil memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing, bewarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek.
Bunga
Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30 – 90 cm, dan di ujungnya terdapat 50 – 200 kuntum bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5 – 6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga.
Bunga bawang merupakan bunga sempurna (hermaprodite) dan dapat menyerbuk sendiri atau silang.
Buah dan Biji
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 –3 butir, bentuk biji agak pipih saat muda berwarna bening atau putih setalah tua berwarna hitam. Biji banwang merah dapat digunkan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif.

SYARAT TUMBUH
Syarat Iklim
Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi + 1.100 m (ideal 0 – 800 m) di atas permukaan laut, tetapi produksi terbaik dihasilkan dari dataran rendah yang didukung keadaan iklim meliputi:
Suhu udara antara 25o – 32o C dan iklim kering.
Tempat terbuka dengan pencahayaan + 70%, karena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup panjang (long day plant).
Tiupan angin sepoi-sepoi berpengaruh baik bagi tanaman terhadap laju fotosintesis dan pembentukan umbinya akan tinggi.
Drainase dan porositas tanah bagus, namun dapat menjaga kelembaban tanah.

2. Syarat Tanah
Bawang merah tumbuh baik pada tanah subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik dengan dukungan syarat sebagai berikut:
Jenis tanah yang palin baik adalah lempung berpasir atau lempung berdebu.
Derajat keasaman tanah (PH) tanah untuk bawang merah antara 5,5 – 6,5.
Tata air (drainase) dan tata udara (aerasi) dalam tanah berjalan baik, tidak boleh ada genangan.

TEKNIK BUDIDAYA

PEMBIBITAN
Bawang merah dapat diperbanyak dengan 2 cara, yaitu bahan tanaman berupa biji botani (true shallot seed, TSS) dan umbi bibit. Dengan menggunakan biji untuk satu hektar diperlukan paling sedikit + 3 kg, dengan potensi hasil mencapai 9 – 11,5 ton dipanen pada umur + 80 hari setelah tanam dengan waktu persemaian selama + 30 hari. Sedangkan dengan menggunakan umbi memerlukan prasyarat kualitas (mutu) yang baik, meliputi:
Ukuran umbi terdiri atas 2 kelas, yaitu umbi besar (kelas I) beratnya 5 – 7,5 gram/umbi dan umbi sedang (kelas II) beratnya 2,5 – 7,5 gram/umbi.
Tanaman dipanen pada umur antara 65 – 75 hari setelah tanam, dan dalam keadaan sehat.
Bakal Bibit Telah mengalami masa penyimpanan antara 60 – 90 hari.
Kebutuhan bibit umbi 1.000 – 1.200 perhektar atau + 200.000 umbi, sebelum ditanamkan umbi sebaiknya diperlakukan dengan memotong 1/3 bagian pada ujung umbi. Perlakuan ini memiliki keuntungan, antara lain pertumbuhan merata, umbi cepat tumbuh, dan berpengaruh terhadap makin banyaknya anakan maupun jumlah daun, sehingga hasil umbinya meningkat. (hasil penelitian Balithor Lembang).


PENYIAPAN LAHAN
Penyiapan lahan dilakukan dengan pembukaan areal lahan dan membersihkan dari rumput dan batu dalam kebun.
Tanah dicangkul cukup dalam hingga strukturnya gembur, dibuat bedengan lebar 80 cm x panjang 200 cm x tinggi 20 cm dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dibuat lubang pupuk kemudian diberi pupuk kandang + 15 – 20 ton/hektar.
Antar bedengan di buatkan parit kedalaman + 10 –15 cm dengan jarak bedengan + 40 cm, bedengan diratakan hingga siap untuk ditanami.

PENANAMAN

Waktu penanaman terbaik adalah pada bulan Mei/Juni – Agustus/September, sehari sebelum tanam tanah bedengan disiram hingga cukup lembab.
Bersamaan penanaman diberikan pupuk dasar NPK dengan dosis 200 kg/hektar, pupuk tersebut dicampur rata dengan pupuk kandang dan tanah pada lubang tanam. Kemudian bawang ditanamkan 2/3 bagian umbi pada sisi lubang tanam, jangan sampai terkena pupuk secara langsung dan jangan terbalik.

PEMELIHARAAN TANAMAN
Kegiatan pemeliharaan tanaman bawang merah meliputi pekerjaan sebagai berikut:
Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada awal pertumbuhan hingga umur + 7 hari setelah tanam, dengan cara menganti bibit yang mati atau busuk.
Pengairan
Bila saat awal penanaman hujan masih turun, perlu diperhatikan adalah drainase bedengan, apabila pada saat itu dalam kondisi iklim kering perlu dilakukan penyiraman intensif 2 – 5 kali dalam seminggu. Saat mendekati masa pembentukan umbi pengairan harus berangsur-angsur dikurangi.

PEMUPUKAN
Terdapat dua jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Aplikasi pemupukan dilakukan pada waktu:
Awal penanaman, dengan menggunakan campuran pupuk organik dosis 20 ton/ha yang dicampur dengan pupuk anorganik NPK (15:15:15) dosis 200 kg/ha pada – 3 hari sebelum tanam.
10 hari setelah tanam dengan dosis NPK 200 kg /ha dengan jalan dilakukan penugalan sebelum pumupukan diantara pertanaman bawang merah.
30 hari setelah tanam dengan pupuk campuran antara 100 kg Urea dengan 100 kg ZA diaplikasikan dengan dimasukan pada lubang penugalan diantara petanaman bawang merah.
Pupuk daun ppc sitozim micro disemprotkan pada 15 dan 50 hst(hari setelah tanam) dengan dosis 0.5 ltr + 1 kg Mn SO4 dalam 200 liter air.

PENYIANGAN
Penyiangan dilakukan pada umur tanaman 3 minggu dan 5 minggu dengan cara menyiangi rumput-rumput dan gulma yang tumbuh diantara tanaman dengan hati-hati jangan sampai akar bawang ikut tercabut.

PEMOTONGAN TANGKAI BUNGA
Kurang Alebih pada umur 35 hst, beberapa varietas atau kultivar bawang merah yang mudah berbunga akan mulai keluar tangkai-tangkai bunga, tangkai-tangkai bunga ini sebaiknya dipotong agar zat-zat makanan dapat secara optimal terserap pada umbi.

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
Pengendalian Hama pada tanaman bawang merah dilakukan dengan menggunakan cara gabungan antara pengendalian menggunakan musuh alami, menggunakan cara manual, dan terakhir menggunakan cara kimiawi.
Hal ini ditempuh karena bawang telah ratusan tahun dibudidayakan manusia, sehingga hama dan penyakit tanamannya mengalami psoses evolusi kearah resistensi terhadap penggunaan bahan pestisida kimia.


PENGENDALIAN HAMA
Hama-hama terpenting bawang merah di antaranya adalah:


Ulat bawang (Spodoptera exiqua HBN), biasa disebut ulat grayak,

pengendaliannya:

rotasi tanaman, waktu tanam serentak, dengan memasang sex Pheromone (Ugratas biru), dan disemprot dengan lannate 50 WP 1,5 gr/liter, Orthene 75 SP 1 gr/ltr, curacron 50 EC. 1,5 – 2 cc/ltr.


Trips (Thrips tabaci Lind.), kutu daun
Pengendalian dengan:

Waktu tanam tepat bulan april – Juli, Kimiawi disemprot dengan Bayrusil 25 EC 2 cc/ltr, curacron 50 EC. 2 cc/ltr.


Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn), secara manual ulat tanah dikumpulkan pada saat senja hari diantara pertanaman, menjaga kebersihan diareal pertanaman, secara kimiawi dibuatkan umpan beracun dengan campuran Dipterex 95 SL 125 – 250 gr + dedak 100 kg + gula merah 0,5 kg – 1 kg + air 10 ltr, dengan mencampur secara merata dan di pasangkan pada saat senja hari disekeliling tanaman banwang merah.


PENGENDALIAN PENYAKIT


Pengendalian penyakit utama bawang merah meliputi:
Bercak ungu atau trotol (Alternaria porri (EN,) Cif.)
Pengendalian dengan rotasi tanaman yang bukan bawang-bawangan, disemprot dengan fungisida efektif, seperti antracol 70 WP, Dithane M-45, Deconil 75 WP, Agrisan 25 WP dengan takaran dosis 2 gr/ltr.

Antraknose (Colletotrichum gloesporiodes Penz)
Pengendalian dengan rotasi tanaman, disemprot dengan fungisida Antracol 70 WP, Polyram M 80 WP, Daconil 75 WP, dengan dosis 2 gr /ltr.

PEMANENAN
Panen dilakukan pada umur + 65 – 75 hst dengan ciri-ciri tanaman:
Tanaman sudah cukup tua dengan hampir 60%-90% batang telah lemas dan daun daun menguning.
Umbi lapis terlihat penuh padat berisi dan sebagian tersembul dipermukaan tanah.
Warna kulit telah mengkilap atau memerah, tergantung variets atau kultivarnya.
Cara panen dengan mencabut tanaman bersama daunnya dan diusahakan agar tanah yang menempel dibersihan. Saat panen harus pada kondisi kering.

Prospek Produk


Prospek produk-produk pertanian pada masa sekarang mengalami peningkatan nilai, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang melingkupi pertanian. Dengan dinaikannya harga dasar gabah untuk mengimbangi
kenaikan harga-harga faktor produksi pertanian, maka memicu kenaikan harga hampir seluruh komoditas pertanian.
Bawang merah juga terkena imbas dari masalah diatas, tetapi dengan pola konsumsi pada masakan dan penggunaan bawang merah olahan pada industri makan yang semakin meningkat, kebutuhan bawang merah tidak dapat tercukupi oleh produksi nasional, hingga perlu dilakukan impor dari Philipina dan Vietnam. Kelangkaan bawang merah di pasaran memicu kenaikan harga yang membumbung hingga 400% itupun dengan cadangan pasar yang terbatas.
Pasar-pasar yang potensial untuk bawang merah meliputi hampir seluruh kota yang ada diwilayah Indonesia karena penggunaan bawang merah telah membudaya dimasyarakat. Potensi ini tercatat dipasar induk Caringin sebagai salah satu sentra distribusi sayuran di Jawa Barat, dengan sirkulasi Hampir mendekati + 10 ton perhari yang dapat diserap pasar tersebut, pasar Cibitung dan kramatjati juga merupakan pangsa pasar yang prospektif dengan daya serap + 20 ton perhari untuk dapat didistribusikan lagi.
Di sentra bawang merah Brebes dan Cirebon sendiri untuk memenuhi kebutuhan pendistribusian bawang merah, mereka mengimpor dari Philipina dengan kapasitas impor sebanyak + 50 – 60 ton perminggu.
Harga bawang merah tingkat petani pada masa sekarang (Mei – Juli) berkisar Rp. 6.500,- sampai Rp. 7.000,- perkilogramnya, sedangkan antar pedagang menjual pada kisaran Rp. 7.000,- sampai Rp. 8.000,- sedangkan pada tingkat konsumen akhir dengan harga eceran perkilogramnya Rp. 10.000,- sampai Rp. 12.000,-.



Sumber: http://www.lablink.or.id/Agro/BawangMrh/bawangm.htm

Label: ,

PEMBUATAN EM5

Persiapan, langkah kerja pembuatan EM5, dan cara pemakaian/penggunaan EM5 adalah sebagai berikut :
A. Bahan-Bahan :

1. Air Cucian Beras (Leri) 1 liter (1.000 cc)
2. EM4 100 cc
3. Molase/gula pasir 100 cc/0,50 ons (50 gram)
4. Asam Cuka Makan (Kabar 5%) 100 cc
5. Alkohol Kadar (30%-40%) 100 cc


B. Alat-Alat :
1. Jerigen plastik
2. Gelas Ukur


C. Cara Pembuatan :
1. Bahan-bahan tersebut di atas diaduk merata di dalam jerigen plastik dan kemudian ditutup rapat.
2. Setiap pagi dan sore hari dikocok, kemudian tutup dibuka agar keluar gasnya. Pekerjaan ini dilakukan terus-menerus selama 15 hari (30 kali kocok), dan jangan sampai lupa ada hari yang tidak dikocok pada waktunya (hal ini untuk memelihara kondisi an-aerobik).
3. Setelah selesai 15 hari, biarkan selama 5 hari lagi tidak usah dikocok dan dibuka, simpan di tempat yang teduh dan gelap agar proses peragian berlangsung dengan baik. Baru setelah itu dipergunakan. EM5 sudah jadi, tanda-tandanya bila produksi gasnya sudah berhenti dan berbau sedap yang khas. Bila baunya tak sedap (bau busuk), tandanya pembuatan EM5 tidak jadi (gagal).
4. EM5 yang jadi harus disimpan di tempat yang relatif dingin dan gelap serta suhu ruangan relatif stabil, tetapi jangan disimpan di dalam kulkas. EM5 harus sudah digunakan dalam waktu 3 bulan setelah selesai proses pembuatan.
D. Cara Pemakaian/Penggunaan :
1. Campurkan 10-50 cc EM5 dengan 1 liter air.
2. Tambahkan 10 cc molase/gula pasir pada waktu akan menyemprot untuk melekatkan pada tanaman.
3. Kocok/aduk sampai merata,
4. Kemudian semprotkan pada tanaman waktunya sore menjelang malam hari; karena ulat biasanya makan daun dan lain-lain pada waktu malam hari.
5. Ulat biasanya tidak menyukai bau semacam ini, karena ulat akan menjadi lapar dan lama-kelamaan akan mati sendiri.
6. Campuran/larutan ini bisa dipergunakan untuk menyemprot buah (muda) guna mencegah serangan lalat buah. C
atatan :
1. Di alam serangga dapat dipisahkan menjadi 2 (dua) golongan berdasarkan sifat-sifatnya, yaitu :
a. Serangga bersifat sebagai hama/parasit.
b. Serangga pencegah hama/predatorPada serangga pencegah hama (predator) secara alami ia memangsa serangga-serangga hama. Dia bisa demikian karena di dalam tubuhnya ada zat antioksidan. Pada serangga pencegah hama, bila terkena semprotan EM5 justru zat antioksidan ini akan menjadi lebih aktif dan kuat.Namun sebaliknya pada serangga hama yang terkena semprotan EM5, maka badannya menjadi keriput/kisut/berkerut, kemudian karena tidak mau makan akhirnya mati. Kalau serangga hama tetap makan tanaman yang disemprot EM5 berarti juga makan zat antioksidan, maka pertumbuhannya menjadi terhambat/kurang. Bahaya serangan serangga hama akut tetap terhindar.
2. Mulailah penyemprotan EM5 dimulai sejak perkecambahan tanaman sebelum hama menyerang. Namun perlu diperhatikan, biasanya tanaman tertentu tidak tahan daunnya disemprot dengan campuran yang mengandung alkohol. Daun muda biasanya akan terbakar dan pertumbuhan menjadi kurang baik, terutama bagi tanaman semusim. Tanda-tandanya ada bintik terbakar pada daun.
3. Pembuatan EM5 dapat dicampur dengan bahan rempah-rempah (jahe, sirih, pinang, kunyit, kencur, sereh, dan sebagainya) yang diekstrak dahulu agar memberi aroma khusus. Menurut pengalaman Sdr. G.J. Umpel (KTNA) dari Manado yang disampaikan pada Seminar Nasional Pertanian Organik April 1997, bahwa EM5 yang dicampur dengan ekstrak rempah-rempah menjadi lebih efektif. Penambahan ekstrak bahan organik yang mengandung obat-obatan seperti bawang putih, merica, lidah buaya, buah muda hasil penjarangan dan rumput-rumput muda tertentu sangat dianjurkan. Pencampuran EM5 dengan rempah-rempah jenis tertentu dengan tujuan untuk memberikan aroma khusus yang tidak disukai serangga. Rempah-rempah dan jenis tanaman obat juga mengandung antioksidan.
4. Penyemprotan tanaman dengan EM5 sebaiknya dilakukan secara teratur, misalnya setiap minggu sekali, pada sore hari atau setelah hujan lebat. Akan tetapi jika tanaman kita telah diserang hama sebaiknya penyemprotan dilakukan setiap hari.
6. Penggunaan EM5 dengan dosisi yang berlebihan tidak menimbulkan efek residu seperti pestisida dan herbisida. Bahkan sebaliknya semakin banyak Bakteri EM5 yang kerja lembur akan meningkatkan timbulnya zat antioksidan yang berarti semakin memperkuat daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Dengan demikian penggunaan obat-obatan bagi tanaman berkurang dan justru malah tidak diperlukan lagi, jadi jelas lebih efisien. (Anonim. Departemen Kehutanan Dan Perkebunan. Pusat Penyuluhan. 1998).

Label:

Budidaya Sengon

Botani Sengon

Sengon dalam bahasa latin disebut Albazia Falcataria, termasuk famili Mimosaceae, keluarga petai – petaian. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut :
Jawa :jeunjing, jeunjing laut (sunda), kalbi, sengon landi, sengon laut, atau sengon sabrang (jawa).
Maluku : seja (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui (Tidore)
Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV - V.
Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas dan lain-lainnya.
Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung dengan rimbun daun yang tidak terlalu lebat. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas.
Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur.
Dengan sifat-sifat kelebihan yang dimiliki sengon, maka banyak pohon sengon ditanam ditepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu kebijakan pemerintah melalui DEPHUTBUN untuk menggalakan ‘Sengonisasi’ di sekitar daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra.
Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 – 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga.
Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin.


Habitat Sengon

Tanah
Tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7.

Iklim
Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman sengon antara 0 – 800 m dpl. Walapun demikian tanaman sengon ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Sengon termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 ° – 27 °C.

Curah Hujan
Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara dalam tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas suhu. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000 – 4000 mm.

Kelembaban
Kelembaban juga mempengaruhi setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50%-75%.

Pembibitan Sengon

a) Benih

Pada umumnya tanaman sengon diperbanyak dengan bijinya. Biji sengon yang dijadikan benih harus terjamin mutunya. Benih yang baik adalah benih yang berasal dari induk tanaman sengon yang memiliki sifat-sifat genetik yang baik, bentuk fisiknya tegak lurus dan tegar, tidak menjadi inang dari hama ataupun penyakit. Ciri-ciri penampakan benih sengon yang baik sebagai berikut :

  • Kulit bersih berwarna coklat tua
  • Ukuran benih maksimum
  • Tenggelam dalam air ketika benih direndam, dan
  • Bentuk benih masih utuh.

Selain penampakan visual tersebut, juga perlu diperhatikan daya tumbuh dan daya hidupnya, dengan memeriksa kondisi lembaga dan cadangan makanannya dengan mengupas benih tersebut. Jika lembaganya masih utuh dan cukup besar, maka daya tumbuhnya tinggi.

b) Kebutuhan Benih
Jumlah benih sengon yang dibutuhkan untuk luas lahan yang hendak ditanami dapat dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan sederhana berikut :
Keterangan :
Luas kebun penanaman sengon 1 hektar (panjang= 100 m dan lebar= 100 m)
Jarak tanam 3 x 2 meter
Satu lubang satu benih sengon
Satu kilogram benih berisi 40.000 butir
Daya tumbuh 60 %
Tingkat kematian selama di persemaian 15 %
Dengan demikian jumlah benih = 100 / 3 x 100/2 x 1 = 1.667 butir. Namun dengan memperhitungkan daya tumbuh dan tingkat kematiannnya, maka secara matematis dibutuhkan 3.705 butir. Sedangkan operasionalnya, untuk kebun seluas satu hektar dengan jarak tanam 3 x 2 meter dibutuhkan benih sengon kira-kira 92,62 gram, atau dibulatkan menjadi 100 gram.

c) Perlakuan benih
Sehubungan dengan biji sengon memiliki kulit yang liat dan tebal serta segera berkecambah apabila dalam keadaan lembab, maka sebelum benih disemaikan , sebaiknya dilakukan treatment guna membangun perkecambahan benih tersebut, yaitu : Benih direndam dalam air panas mendidih (80 C) selama 15 – 30 menit. Setelah itu, benih direndam kembali dalam air dingin sekitar 24 jam, lalu ditiriskan. untuk selanjutnya benih siap untuk disemaikan.

d) Pemilihan Lokasi Persemaian
Keberhasilan persemaian benih sengon ditentukan oleh ketepatan dalam pemilihan tempat. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa persyaratan memilih tempat persemaian sebagai berikut :
Lokasi persemaian dipilih tempat yang datar atau dengan derajat kemiringan maksimum 5 %
Diupayakan memilih lokasi yang memiliki sumber air yang mudah diperoleh sepanjang musim ( dekat dengan mata air, dekat sungai atau dekat persawahan).
Kondisi tanahnya gembur dan subur, tidak berbatu/kerikil, tidak mengandunh tanah liat.
Berdekatan dengan kebun penanaman dan jalan angkutan, guna menghindari kerusakan bibit pada waktu pengangkutan.
Untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah besar perlu dibangun persemaian yang didukung dengan sarana dan prasarana pendukung yang memadai, antara lain bangunan persemaian, sarana dan prasarana pendukung, sarana produksi tanaman dll. Selain itu ditunjang dengan ilmu pengetahuan yang cukup diandalkan.



Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan pada prinsipnya membebaskan lahan dari tumbuhan pengganggu atau komponen lain dengan maksud untuk memberikan ruang tumbuh kepada tanaman yang akan dibudidayakan. Cara pelaksanaan penyipan lahan digolongkan menjadi 3 cara, yaitu cara mekanik, semi mekanik dan manual. Jenis kegiatannya terbagi menjadi dua tahap ;
Pembersihan lahan, yaitu berupa kegiatan penebasan terhadap semak belukar dan padang rumput. Selanjutnya ditumpuk pada tempat tertentu agar tidak mengganggu ruang tumbuh tanaman.
Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara mencanggkul atau membajak (sesuai dengan kebutuhan).


Penanaman
Jenis kegiatan yang dilakukan berupa :
Pembuatan dan pemasangan ajir tanam
Ajir dapa dibuat dari bahan bambu atau kayu dengan ukuran, panjang 0,5 – 1 m, lebar 1 – 1,5 cm. Pemasangangan ajir dimaksudkan untuk memberikan tanda dimana bibit harus ditanam, dengan demikian pemasangan ajir tersebut harus sesuai dengan jarak tanam yang digunakan
Pembuatan lobang tanam, lobang tanam dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm tepat pada ajir yang sudah terpasang.
Pengangkutan bibit, ada dua macam pengangkutan bibit yaitu pengankuatan bibit dari lokasi persemaian ketempat penampungan bibit sementara di lapangan (lokasi penanaman), dan pengangkutan bibit dari tempat penampungan sementara ke tempat penanaman.
Penanaman bibit, pelaksanaan kegiatan penanaman harus dilakukan secara hati – hati agar bibit tidak rusak dan penempatan bibit pada lobang tanam harus tepat ditengah-tengah serta akar bibit tidak terlipat, hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit selanjutnya.

Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan berupa kegiatan
Penyulaman, yaitu penggantian tanaman yang mati atau sakit dengan tanaman yang baik, penyulaman pertama dilakukan sekitar 2-4 minggu setelah tanam, penyulaman kedua dilakukan pada waktu pemeliharaan tahun pertama (sebelum tanaman berumur 1 tahun). Agar pertumbuhan bibit sulaman tidak tertinggal dengan tanaman lain, maka dipilih bibit yang baik disertai pemeliharaan yang intensif.
Penyiangan,
Pada dasarnya kegiatan penyiangan dilakukan untuk membebaskan tanaman pokok dari tanaman penggagu dengancara membersihkan gulma yang tumbuh liar di sekeliling tanaman, agar kemampuan kerja akar dalam menyerap unsur hara dapat berjalan secara optimal. Disamping itu tindakan penyiangan juga dimaksudkan untuk mencegah datangnya hama dan penyakit yang biasanya menjadikan rumput atau gulma lain sebagai tempat persembunyiannya, sekaligus untuk memutus daur hidupnya.
Penyiangan dilakukan pada tahun-tahun permulaan sejak penanaman agar pertumbuhan tanaman sengon tidak kerdil atau terhambat, selanjutnya pada awal maupun akhir musim penghujan, karena pada waktu itu banyak gulma yang tumbuh.
Pendangiran,
Pendangiran yaitu usaha mengemburkan tanah disekitar tanaman dengan maksud untuk memperbaiki struktur tanah yang berguna bagi pertumbuhan tanman.
Pemangkasan,
Melakukan pemotongan cabang pohon yang tidak berguna (tergantung dari tujuan penanaman).
Penjarangan
Penjarangan dillakukan untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih leluasa bagi tanaman sengon yang tinggal. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 2 dan 4 tahun, Penjarangan pertama dilakukan sebesar 25 %, maka banyaknya pohon yang ditebang 332 pohon per hektar, sehingga tanaman yang tersisa sebanyak 1000 batang setiap hektarnya dan penjarangan kedua sebesar 40 % dari pohon yang ada ( 400 pohon/ha ) dan sisanya 600 pohon dalam setiap hektarnya merupakan tegakan sisa yang akan ditebang pada akhir daur.
Cara penjarangan dilakukan dengan menebang pohon-pohon sengon menurut sistem "untu walang" (gigi belakang) yaitu : dengan menebang selang satu pohon pada tiap barisan dan lajur penanaman.
Sesuai dengan daur tebang tanaman sengon yang direncanakan yaitu selama 5 tahun maka pemeliharaan pun dilakukan selama lima tahun. Jenis kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan tanaman. Pemeliharaan tahun I sampai dengan tahun ke III kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan dapat berupa kegiatan penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pemangkasan cabang. Pemeliharaan lanjutan berupa kegiatan penjarangan dengan maksud untuk memberikan ruang tumbuh kepada tanaman yang akan dipertahankan, presentasi dan prekuensi penjarangan disesuaikan dengan aturan standar teknis kehutanan yang ada.

Pengendalian Hama dan Penyakit

a) Hama
Serangan hama pada tanaman sengon yang perlu diwaspadai adalah hama ulat serendang (Xystrocera festiva). Gejala serangannya terlihat pada kulit pohon yang pecah-pecah, lalu mengeluarkan cairan berwarna coklat sampai kehitaman. .Bahkan, bersamaan dengan cairan tersebut juga keluar serbuk kayu bekas gerekan. Bila tingkat serangan ulat serendang makin mengganas, maka tak dapat dipungkiri pohon itu akan patah.
Adapun cara penyerangannya, kumbang-kumbang serendang atau disebut juga "uter-uter ", "engkes-engkes" maupun " boktor wowolan" yang telah dewasa meletakkan telurnya secara berkelompok pada bekas cabang atau luka-luka pohon sengon. Sekali bertelur mencapai 400 butir. Selanjutnya, telur dewasa menetas menjadi ulat dan masa stadium ulat mencapai 5-6 bulan. Ulat-ulat inilah yang melakukan penggerekan pada kulit bagian dalam, atau menyerang kayu muda ke arah bawah.
Fase berikutnya, jika ulat hendak menjadi kepompong, biasanya justru mengebor ke dalam batang pohon dan membelok ke arah atas sepanjang kira-kira 20 cm. Di penghunjung pengeboran itulah ulat berubah menjadi kepompong dengan kepala menghadap ke bawah. Masa stadium kepompong 15-21 hari.
Teknis pengendaliannya dapat dilakukan secara mekanis-tradisional. Ambilah kawat kecil lalu masukan ke lubang yang pernah dibuat serendang, dan ikuti arah lubang tersebut, kemudian ditusuk-tusukkan hingga serendang mati. Sedangkan cara lain, dengan model "pantek". Ambil kapuk dan celupkan kedalam insektisida, lalu sumbatkan pada pintu lubang tersebut, maka serendang pun mati. Atau, terpaksa merelakan menebang pohon yang terserang lalu dimusnahkan, agar ulat serendang tidak mejalar kemana-mana.

b) Penyakit
Tanaman sengon kadang-kadang diserang penyakit akar merah yang disebabkan cendawan Ganoderma pseudoferrum. Gejalanya tampak pada daun yang layu dan rontok sehingga akhirnya sengon bisa mati. Penyakit ini terutama menyerang akar sengon. Jika kulit akar dikupas, tampak benang merah menempel pada kayu akar.
Penyakit lain yaitu penyakit madu yang disebabkan cendawan Armillaria mellea. Gejalanya hampir sama dengan penyakit akar merah, namun perbedaannya, dibawah kulit akar terdapat benang-benang berwarna putih. Teknis pengendaliaanya dilakukan dengan melakukan dan membuang pohon sengon yang terserang, membuat selokan isolasi sedalam 1-1,5 m mengelilingi pohon, atau menyempotkan fungisida.


Keragaman Penggunaan dan Manfaat Kayu sengon

Pohon sengon merupakan pohon yang serba guna. Dari mulai daun hingga perakarannya dapat dimanfaatkan untuk beragam keperluan.

Daun
Daun Sengon, sebagaimana famili Mimosaceae lainnya merupakan pakan ternak yang sangat baik dan mengandung protein tinggi. Jenis ternak seperti sapi, kerbau, dfan kambingmenyukai daun sengon tersebut.

Perakaran
Sistem perakaran sengon banyak mengandung nodul akar sebagai hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Hal ini menguntungkan bagi akar dan sekitarnya. Keberadaan nodul akar dapat membantu porositas tanah dan openyediaan unsur nitrogen dalam tanah. Dengan demikian pohon sengon dapat membuat tanah disekitarnya menjadi lebih subur. Selanjutnya tanah ini dapat ditanami dengan tanaman palawija sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani penggarapnya.

Kayu
Bagian yang memberikan manfaat yang paling besar dari pohon sengon adalah batang kayunya. Dengan harga yang cukup menggiurkan saat ini sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam kontruksi, industri korek api, pensil, papan partikel, bahan baku industri pulp kertas dll.

Sumber:www.lablink.or.id

Label:

Budidaya Tanaman Aren

AREN
I. Pendahuluan
Masyarakat pada umumnya, sudah sejak lama mengenal pohon aren sebagai pohon yanh dapat menghasilkan bahan-bahan untuk industri kerajinan. Hamper semua bagian atau produk tanaman ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi. Akan tetapi, tanaman ini kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan atau dibudidayakan secara sungguh-sungguh oleh berbagai pihak.
Selama ini pemenuhan akan permintaan bahan baku industri yang berasal dari bagian-bagian pohon aren, masih dilayani dengan mengendalikan tanaman aren yang tumbuh liar (tidak ditanam orang). Bagian-bagian fisik pohon aren yang dimanfaatkan, misalnya akar ( untuk obat tradisional), batang (untuk berbagai peralatan), Ijuk (untuk kerpeluan bangunan), daun (kususnya daun muda untuk pembungkus dan merokok). Demikian pula hasil produksinya seperti buah dan nira dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman.
Permintaan produk-produk yang dihasilkan dari tanaman ini akan selalu meningkat sejalan dengan perkembangan pembangunan yang ada. Oleh karena itu penanaman atau pembudidayaan tanaman aren mempunyai harapan atau prospek yang baik dimasa datang.
Saat ini telah tercatat ada empat jenis pohon yang termasuk kelompok aren yaitu : Arenge pinata (Wurmb) Merr, Arenge undulatitolia Bree, Arenge westerhoutii Grift dan Arenge ambcang Becc. Diantaranya keempat jenis tersebut yang sudah dikenal manfaatnya adalah arenge piñata, yang dikenal sehari-hari dengan nama aren atau enau.
Usaha pengembangan atau pembudidayaan tanaman aren di Indonesia sangat memungkinkan. Disamping masih luasnya lahan-lahan tidak produktif, juga dapat memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri atas produk-produk yang berasal dari tanaman aren, sekaligus meningkatkan pendapatan petani dari usaha tani tanaman aren dan dapat pula ikut melestarikan sumber daya alam serta lingkungan hidup.
II. Mengenal Aren
A. Bentuk Pohon, Bunga dan Buah
Aren termasuk suku Aracaceae (pinang-pinangan). BAtangnya tidak berduri, tidak bercabang, tinggi dapat mencapai 25 meter dan diameter pohon dapat mencapai 65 cm.
Tanaman ini hamper mirip dengan pohon kelapa. Perbedaannya,, jika pohon kelapa batang pohonnya bersih (pelepah daun yang tua mudah lepas), maka batang pohon aren ini sangat kotor karena batangnya terbalut oleh ijuk sehingga pelepah daun yang sudah tua sulit diambil atau lepas dari batangnya. Oleh karena itulah, batang pohon aren sering ditumbuhi oleh banyak tanaman jenis paku-pakuan.
Tangkai daun aren panjangnya dapat mencapai 1,5 meter, helaian daun panjangnya dapat mencapai 1.45 meter, lebar 7 cm dan bagian bawah daun ada lapisan lilin.
B. Penyebaran dan Syarat Tumbuh
Wilayah penyebaran aren terletak antara garis lintang 20º LU - 11ºLS yaitu meliputi : India, Srilangka, Banglades, Burma, Thailand, Laos, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Hawai, Philipina, Guam dan berbagai pulau disekitar pasifik. (Burkil, 1935); Miller, 1964; Pratiwi (1989).
Di Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan tersebar hamper diseluruh wilayah Nusantara, khususnya di daerah perbukitan dan lembah.
Tanaman aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus (Hatta-Sunanto, 1982) sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat, berlumur dan berpasir, tetapi aren tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya tinggi (pH tanah terlalu asam). Aren dapat tumbuh pada ketinggian 9 – 1.400 meter di atas permukaan laut. Namun yang paling baik pertumbuhannya pada ketinggian 500 – 800 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan lebih dari 1.200 mm setahun atau pada iklim sedang dan basah menurut Schmidt dan Ferguson.
C. Nama-nama Daerah
Aren (Arrenge pinnata) mempunyai banyak nama daerah seperti : bakjuk/bakjok (Aceh), pola/paula (Karo), bagot (Toba), agaton/bargat (Mandailing), anau/neluluk/nanggong (Jawa), aren/kawung (Sunda), hanau (dayak,Kalimantan), Onau (Toraja, Sulawesi), mana/nawa-nawa (Ambon, Maluku).
D. Kegunaan Pohon Aren.
Pohon aren dapat dimanfaatkan, baik berfungsi sebagai konservasi, maupun fungsi produksi yang menghasilkan berbagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi.
a. Fungsi Konservasi
Pohon aren dengan perakaran yang dangkal dan melebar akan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya erosi tanah. Demikian pula dengan daun yang cukup lebat dan batang yang tertutup dengan lapisan ijuk, akan sangat efektif untuk menahan turunnya air hujan yang langsung kepermukaan tanah. Disamping itu pohon aren yang dapat tumbuh baik pada tebing-tebing, akan sangat baik sebagai pohon p[encegah erosi longsor.
b. Fungsi Produksi
Fungsi produksi dari pohon aren dapat diperoleh miulai dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Di Jawa akar aren digunakan untuk berbagai Obat Tradisional (Heyne, 1927; Dongen, 1913 dalam Burkil 1935). Akar segar dapat menghasilkan arak yang dapat digunakan sebagai obat sembelit, obat disentri dan obat penyakit paru-paru.
Batang yang keras digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat rumah tangga dan ada pula yang digunakan sebagai bahan bangunan. Batang bagian dalam dapat menghasilkan sagu sebagai sumber karbohidrat yang dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, soun, mie dan campuran pembuatan lem (Miller, 1964). Sedangkan ujung batang yang masih muda (umbut) yang rasanya manis dapat digunakan sebagai sayur mayor (Burkil, 1935).
Daun muda, tulang daun dan pelapah daunnya, juga dapat dimanfaatkan untuk pembungkus rokok, sapu lidi dan tutup botol sebagai pengganti gabus. Tangkai bunga bila dipotong akan menghasilkan cairan berupa nira yang mengandung zat gula dan dapat diolah menjadi gula aren atau tuak (Steenis et.al., 1975). Buahnya dapat diolah menjadi bahan makanan seperti kolang-kaling yang banyak digunakan untuk campuran es. Kolak atau dapat juga dibuat manisan kolang-kaling.
III. Penanaman Aren
A. Pengumpulan dan Pemilihan Biji.
Tanaman aren dapat diperbanyak secara generatif (dengan biji). Dengan cara ini akan diperoleh bibit tanaman dalam jumlah besar, sehingga dapat dengan mudah mengembangkan (membudidayakan) tanaman aren secara besar-besaran.
Langkah yang perlu dilakukan dalam pengumpulan dan pemilihan biji adalah sebagai berikut :
• Pengumpulan buah aren yang memenuhi persyaratan.
 Berasal dari pohon aren yang pertumbuhannya sehat, berdaun lebat.
 Buah aren masak benar (warna kuning kecoklatan dan daging buah lunak).
 Buah berukuran besar (diameter minimal 4 cm)
 Kulit buah halus (tidak diserang penyaklit).
• Keluarkan biji aren buah yang telah dikumpulkan dengan membelahnya.
• Memilih biji-bijian aren yang memenuhi syarat :
 Ukuran biji relative besar
 Berwarna hitam kecoklat0coklatan
 Permukaan halus (tidak keriput)
 Biji dalam keadaan sehat/tidak berpenyakit.
Yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan biji adalah bahwa buah aren terkandung asam oksalat yang apabila mengenai kulit kita akan menimbulkan rasa sangat gatal. Oleh Karen itu perlu perlu dilakukan pencegahan antara lain dengan cara :
• Memakai sarung tangan apabila kita sedang mengambil biji dari buahnya.
• Hindari agar tangan kita tidak menyentuh bagian tubuh lain, ketika mengeluarkan biji-biji aren tersebut dari buahnya.
Cara lain untuk mencegah agar tidak terkena getah aren ketika kita sedanga mengeluarkan bijinya dari buah yaitu dengan memeram terlebih dahulu buah-buah aren yang sudah tua sampai membusuk. Pemeraman dapat dilakukan dengan memasukan buah aren de dalam kotak kayu dan ditutup dengan karung goni yang selalu dibasahi. Setelah ± 10 hari, buah aren menjadi busuk yang akan memudahkan pengambilan biji-bijian.
B. Pembibitan
Pengadaan bibit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu bibit dari permudaan alam dan bibit dari hasil persemaian biji.
a. Pengadaan bibit dari permudaan alam/anakan liar.
Proses pembibitan secara alami dibantu oleh binatang yaitu musang. Binatang tersebut memakan buah-buahan aren dan bijinya dan bijinya keluar secara utuh dari perutnya bersama kotoran. Bibit tumbuh tersebar secara tidak teratur dan berkelompok. Untuk menanamnya dilapangan, dapat dilakukan dengan mencabut secara putaran (bibit diambil bersama-sama dengan tanahnya).
Pemindahan bibit ini dapat langsung segera ditanam di lapangan atau melalui proses penyapihan dengan memasukan anakan dke dalam kantong plastic (polybag) selama 2-4 minggu.
b. Pengadaan bibit melalui persemaian
Untuk mendapatkan bibit dalam jumlah yang besar dengan kualitas yang baik, dilakukan melalui pengadaan bibit dengan persemaian.
Proses penyemaian biji aren berlangsung agak lama. Untuk mempercepatnya dapat dilakukan upaya perlakuan biji sebelum disemai yaitu :
• Merendam biji dalam larutan HCL dengan kepekatan 95 % dalam waktu 15 – 25 menit.
• Meredam biji dalam air panas bersuhu 50º selama 3 menit.
• Mengikir biji pada bagian dekat embrio.
Media penyemaian dapat dibuat dengan kantong plastic ukuran 20 x 25 cm yang diisi dengan kompos, pasir dan tanah 3 : 1 : 1 dan lubangi secukupnya pada bagian bawahnya sebagai saluran drainase. Biji-biji yang telah diperlakukan tersebut dimasukan kedalam kantong plastic tersebut sedalam sekitar ¾ bagian biji di bawah permukaan tanah dengan lembaga menghadap ke bawah dengan posisi agak miring.
Untuk mencapai bibit siap tanam di lapangan (ukuran = 40 cm) diperlukan waktu persemaian 12 – 15 bulan.
Pemeliharaan bibit di persemaian dilakukan dengan cara :
• Penyiraman 2 kali sehari, pagi jam 08.00 – 09.00 dan sore hari jam 15.00 – 16.00
• Penyiangan persemaian yaitu menghilangkan rumput-rumput pengganggu.
• Pemberantasan hama dan penyakit, apabila ada gejala serangan hama dan penyakit.
C. Penanaman
Teknik penanaman aren dapat dilakukan dengan sistim monokultur atau dengan sistim agroforestri/tumpangsari. Dengan sistim monokultur terlebih dahulu dilakukan pembersihan lapangan dari vegetasi yang ada (land clearing) dan pengolahan tanah dengan pembajakan atau pencangkulan serta pembuatan lubang tanaman.
Pembuatan lubang tanaman dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm dan jarak antar lubang (jarak tanam) 5 x 5 m atau 9 x 9 m. untuk mempercepat pertumbuhan pada lubang tanaman diberi tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang, urea, TSP, sekitar 3 – 5 hari setelah lubang tanaman disiapkan, baru dilakukan penanaman. Bibit yang baru ditanam, sebaiknya diberi naungan atau peneduh.
Sistim agroforestri/tumpangsari, ini dapat dilakukan dengan menamai bagian lahan yang terbuka yaitu diantara kedua tanaman pokok dengan tanaman penutup tanah seperti leguminose atau tanaman palawija
D. Pemeliharaan Tanaman
Agar budidaya aren dapat berhasil dengan baik diperlukan pemeliharaan tanaman yang cukup. Pemeliharaan tanaman aren meliputi :

a. Pengendalian Hama Penyakit
Hama dan penyakit pohon aren belum terlalu banyak di ketahui. Namun sebagai langkah pencegahan dapat didekat dengan mengetahui hama dan penyakit yang biasa menyerang jenis palmae yang lain seperti kelapa, kelapa sawit dan sagu.
Hama pada tanaman jenis Palmae antara lain berupa kumbang badak (Oryctes thinoceros), kumbang sagu (Rhinochophorus ferrugineus(, belalang (Sexava spp). Hama lain untuk pohon aren ini adalah pengisap nira dan bunga seperti lebah, kelelawar dan musang. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara :
 Mekanis, yaitu pohon-pohon aren yang mendapat serangan hama ditebang dan dibakar.
 Kimiawi, yaitu dengan penyemprotan pestisida tertentu seperti Heptachlor 10 gram, Diazonin 10 gram dan BHC.
Jenis penyakit yang sering menyerang pohon aren di persemaian adalah bercak dan kuning pada daun yang disebabkan oleh Pestalotia sp., Helmiathosporus sp. penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan fungisida seperti Dithane N-45, Delsene NX 200.
b. Penanggulangan tanaman pengganggu (gulma)
Tanaman pengganggu (gulma) pada tanaman aren sangat mengganggu pertumbuhannya. Oleh karena itu, pengendalian gulma harus dilakukan.
Gulma pada tanaman/pohon aren umumnya terdapat di dua tempat yaitu pada bagian batang (seperti benalu dan kadaka) dan pada tanah di sekitar pangkal teratur yaitu 4 kali setahun sampai tanamanberumur 3-4 tahun. Teknis pemberantasannya dilakukan dengan cara mekanis yaitu dengan menghilangkan tanaman pengganggu tersebut dari pohon aren.
c. Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk merangsang pertumbuhan pertumbuhan agar lebih cepat. Pemupukan dilakukan pada tanaman berumur 1 -3 tahun dengan memberikan seperti pupuk urea, NPK, pupuk kandang dan KCL yang ditaburkan pada sekeliling batang pohon aren yang telah digemburkan tanahnya.
IV. Pemungutan Hasil
A. Jenis Hasil
Seperti telah diuraikan di muka, hamper semua bagian dari pohon aren dapat dimanfaatkan atau menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi.
Jenis produk yang dihasilkan dari pohon aren yaitu sebagai berikut :
• Ijuk sebagai bahan baku pembuatan peralatan keperluan rumah tangga.
• Nira sebagai bahan baku gula merah, tuak, dan cuka.
• Kolang-kaling yang dihasilkan dari buah pohon aren.
• Tepung aren sebagai bahan baku pembuatan sabun, mie, dawet (cendol).
• Batang pohon sebagai bahan bangunan dan peralatan rumah tangga.
B. Pemungutan Hasil
Ijuk
Ijuk dihasilkan dari pohon aren yang telah berumur lebih dari 5 tahun sampai dengan tongkol-tongkol bunganya keluar. Pohon yang masih muda produksi ijuknya kecil. Demikian pula, pohon yang mulai berbunga kualitas dan hasil ijuknya tidak baik.
Pemungutan ijuk dapat dilakukan dengan memotong pangkal pelepah-pelapah daun, kemudian ijuk yang bentuknya berupa lempengan anyaman ijuk itu lepas dengan menggunakan parang dari tempat ijuk itumenempel.
Lempenganlempengan anyaman ijuk yang baru dilepas dari pohon aren, masih mengandung lidi-lidi ijuk. Lidi-lidi ijuk dapat dipisahkan dari serat-serat ijuk dengan menggunakan tangan. Untuk membersihkan serat ijuk dari berbagai kotoran dan ukuran serat ijuk yang besar, digunakan sisir kawat. Ijuk yang sudah dibersihkan dapat dipergunakan untuk membuat tambang ijuk, sapu ijuk, atap ijuk dll.
Nira
Nira aren dihasilkan dari penyadapan tongkol (tandan) bunga, baik bunga jantan maupun bunga betina. Akan tetapi biasanya, tandan bunga jantan yang dapat menghasilkan nira dengan kualitas baik dan jumlah yang banyak. Oleh karena itu, biasanya penyadapan nira hanya dilakukan pada tandan bunga jantan.
Sebelum penyadapan dimulai, dilakukan persiapan penyadapan yaitu :
 Memilih bunga jantan yang siap disadap, yaitu bunga jantan yang tepung sarinya sudah banyak yang jatuh di tanah. Hal ini dapat dilihat jika disebelah batang pohon aren, permukaan tanah tampak berwarna kuning tertutup oleh tepungsari yang jatuh.
 Pembersihan tongkol (tandan) bunga dan memukul-mukul serta mengayun-ayunkannya agar dapat memperlancar keluarnya nira.
Pemukulan dan pengayunan dilakukan berulang-ulang selama tiga minggu dengan selang dua hari pada pagi dan sore dengan jumlah pukulan kurang lebih 250 kali.
Untuk mengetahui, apakah bunga jantan yang sudah dipukul-pukul dan diayun-ayun tersebut sudah atau belum menghasilkan nira, dilakukan dengan cara menorah (dilukai) tongkol (tandan) bunga tersebut. Apabila torehan tersebut mengeluarkan nira maka bunga jantan sudah siap disadap.
Penyadapan dilakukan dengan memotong tongkol (tandan) bunga pada bagian yang ditoreh. Kemudian pada potongan tongkol dipasang bumbung bamboo sebagai penampung nira yang keluar.
Penyadapan nira dilakukan 2 kali sehari (dalam 24 jam) pagi dan sore. Pada setiap penggantian bumbung bamboo dilakukan pembaharuan irisan potongan dengan maksud agar saluran/pembuluh kapiler terbuka, sehingga nira dapat keluar dengan lancer.
Setiap tongkol (tandan) bunga jantan dapat dilakukan penyadapan selama 3 – 4 bulan sampai tandan mongering. Hasil dari air aren dapat diolah menjadi gula aren, tuak, cuka dan minuman segar.
Tepung aren
Tepung aren dapat dihasilkan dengan memanfaatkan batang pohon aren dengan proses sebagai berikut :
• Memiliki batang pohon aren yang banyak mengandung pati/tepungnya dengan cara :
 Umur pohon relative muda (15 – 25 tahun)
 Menancapkan kampak atau pahat ke dalam batang sedalam 10 – 12 cm pada dari ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah.
 Periksa ujung kampak atau pahat tersebut apakah terdapat tepung/pati yang menempel.
 Apabila terdapat tepung/pati, tebang pohon aren tersebut.
• Potong batang pohon yang sudah ditebang menjadi beberapa bagian sepanjang 1,5 – 2,0 m.
• Belah dan pisahkan kulit luar dari batang dengan empelurnya.
• Empelur diparut atau ditumbuk, kemudian dicampur dengan air bersih (diekstraksi).
• Hasil ekstraksi diendapkan semalaman (±12 jam) dilakukan pemisahan air dengan endapannya. Lakukan pencucian kembali dengan air bersih dan diendapkan lagi, sampai menghasilkan endapan yang bersih
• Hasil endapan dijemur sampai kering.
Tepung aren dapat dipergunakan sebagai bahan baku seperti mie, soun, cendol, dan campuran bahan perekat kayu lapis.
Kolang Kaling
Kolang kaling dapat diperoleh dari inti biji buah aren yang setengah masak. Tiap buah aren mengandung tiga biji buah. Buah aren yang setengah masak, kulit biji buahnya tipis, lembek dan berwarna kuning inti biji (endosperm) berwarna putih agak bening dan lembek, endosperm inilah yang diolah menjadi kolang-kaling.
Adapun cara untuk membuat kolang-kaling :
• Membakar buah aren dengan tujuan agar kulit luar dari biji dan lender yang menyebabkan rasa gatal pada kulit dapat dihilangkan. Biji-biji yang hangus, dibersihkan dengan air sampai dihasilkan inti biji yang bersih.
• Merebus buah aren dalam belanga/kuali sampai mendidih selam 1-2 jam. Dengan merebus buah aren ini, kulit biji menjadi lembek dan memudahkan untuk melepas/memisahkan dengan inti biji. Inti biji ini dicuci berulang-ulang sehingga menghasilkan kolang-kaling yang bersih.
Untuk menghasilkan kolang-kaling yang baik )bersih dan kenyal) inti biji yang sudah dicuci diendapkan dalam air kapur selama 2 – 3 hari. Setelah direndam dlam air kapur, maka kolang-kaling yang terapung inilah yang siao untuk
dipasarkan.

sumber:
Tahun : 2007
Penulis: Dinas Perkebunan
Publisher: Dinas Perkebunan

Label: ,

Budidaya Cengkeh

I. BUDIDAYA TANAMAN CENGKEH

A. Umum
Tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum) dikenal sebagai tanaman rempah yang digunakan sebagai obat tradisional. Cengkeh termasuk salah satu penghasil minyak atsiri yang biasa diguakan sebagai bahan baku industri farmasi maupun industri makanan, sedangkan penggunaan yang terbanyak sebagai bahan baku rokok. Produksi Cengkeh mempunyal peranan yang cukup besar dalam menunjang upaya peningkatcin pendapatan Negara karena sampai saat ini Cukai rokok merupakan salah satu sumber pendapotcin Negara yang terbesar dibanding dengon sumber-sumber pendapaton lainnya untuk Tahun Anggaran 2001, yaitu sekitar Rp. 17,6 Trilyun atau 7,5 % bahkan target untuk Tahun Anggaran 2002, yaitu sekitar Rp. 22,3 Triliun dart Tahun 2003 sebesor 27 triliun dan penerimaan Negara don penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi
Besarnya cukai Rokok Kretek tergantung dan perkembangan produksi Rokok Kretek yang dihasilkan oleh Pabrik Rokok Kretek di Indonesia. Sedangkan produksi Rokok baik kuolitas moupun kuantitasnya akan sangat dipengoruhi oleh ketersediaan pasokon Cengkeh yang merupokan bohon baku utama produksi Rokok Kretek.

B. Persyaratan Tumbuh
- Tanah yang sesuai untuk tanaman cengkeh adalah gembur, solum tanah tebal (minimal 1,5 meter) serta kedalaman air tanah lebih dari 3 meter dari permukaan tanah, jenis tanah yang sesuai adalah latosol, podsolik merah, mediteran dan andoso.
- Keasaman tanah (pH) optimum berkisar antara 5,5 – 6,5.
- Besarnya curah hujan optimal untuk perkembangan tanaman cengkeh berkisar 1.500 – 2.500 mm/tahun serta bulan kering kurang dari 2 bulan, suhu antara 25 – 34º C kelembaban (RH) 80 – 90 %.
- Ketinggian tempat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman cengkeh berkisar antara 200 – 600 meter diatas permukaan laut (dpl).

C. Penanaman
1. Persiapan Lahan
- Pembersihan lahan yang dilanjutkan dengan pegolahan tanah.
- Pembuatan lubang tanam, ukuran yang biasa digunakan panjang, lebar dan kedalaman masing – masing berkisar antara 60 – 80 cm (60 X 60 X 60 cm atau 80 X 80 X 80 cm atau 80 X 80 X 60 cm)
- 2 minggu – 1 bulan sebelum tanam diberi pupuk kandang sebanyak 5 – 10 Kg/pohon.
- Untuk mengatur kelebihan air perlu dibuat saluran drainase yang cukup.
2. Jarak Tanam
- Jarak tanam yang biasa digunakan pada penanaman cengkeh tidak sama tergantung pada ketinggian dan kemiringan tanah. Jarak tanam yang biasa digunakan adalah sekitar 6 m x 7 m = 238 pohon, 7 m x 8 m = 178 pohon atau 8 m x 8 m = 156 pohon.
3. Pola Tanam
- Penanaman dilaksanakan pada awal musim hujan.
- Pola tanam campuran (polykuntur) dengan system tanam pagar, yaitu memperkecil jarak tanam dalam baris (Timur-Barat) misalnya 12 m x 5 m atau 14 m x 6 m sehingga tersedia ruangan untuk tanaman sela/campuran.
- Tanaman campuran dapat dilakukan pada tanaman yang belum produktif dan atau kurang produktif.


D. Pemeliharaan Tanaman.
Setelah bibit cengkeh ditanam ke lapangan tahap selanjutnya adalah pemeliharaan. Pada tanaman cengkeh, pemeliharaan merupakan periode yang panjang, yaitu selama tanaman yang diusahakan tersebut dianggap masih menguntungkan secara ekonomis.
1. Pengelolaan Lahan dan Tanaman.
Penggemburan Tanah dan Sanitasi Kebun.
- tanaman cengkeh umur 1 – 5 tahun merupakan periode yang kritis, sekitar 10 – 30 % tanaman yang telah ditanam dilapangan mengalami kematian atau perlu diganti/disulam karena berbagai sebab, seperti hama penyakit, kekeringan, kalah bersaing dengan gulma, atau penyebab lainnya.
- Penggemburan tanah disekeliling tanaman didaerah sekitar perakaran di cangkul dangkal (± 10 cm) sekurangnya 2 kali setahun, pad awal dan akhir musim hujan sekaligus sebagai persiapan pemupukan.
- Gulma/alang-alang harus dibersihkan sampai akar-akarnya dengan cangkul/garpu atau dengan penyemprotan herbisida.
1. Pengaturan Naungan
- Pada stadia awal pertumbuhan, tanaman cengkeh memerlukan naungan yang cukup, berupa naungan buatan/sementara.
- Naungan buatan diadakan maksimal untuk dua periode musim kemarau setelah penanaman.
2. Penyulaman.
- Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan pada musim hujan, yaitu untuk menghindari kematian tanaman karena kekurangan air.
- Bibit sulaman yang dignakan berasal dari sumber benih dan umur yang tidak jauh berbeda dengan tanaman yang telah ditanam.
3. Penyiraman
- Pada awal pertumbuhan, tanaman cengkeh memerlukan kondisi tanah yang lembab, sehingga pada musim kemarau perlu adnya penyiraman.
- Pada tanaman dewasa penyiraman kurang diperlukan lagi, kecuali pada kondisi iklim ekstrim kering.
4. Pemasangan mulsa
- Untuk menjaga kelembaban tanah disekitar tanaman dan memberikan kondisi lebih baik bagi pertumbuhan akar.
- Dilakukan menjelang musim kemarau.
5. Pemupukan.
- tujuan pemupukan adalah untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatnya produksi cengkeh setelah panen.
- Berdasarkan pola penyebaran akarnya, penempatan pupuk pada tanaman cengkeh dilakukan dibawah proyeksi tajuk dan bagian dalam tajuk.
- Jenis pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) dan pupuk anorganik, baik tunggal maupun berupa pupuk majemuk dalam bentuk butiran maupun tablet.
- Pupuk anorganik berbentuk butiran (Urea, TSP/SP-36, KCI, Kieserit) diberikan pada proyeksi tajuk 2/3 bagian dan 1/3 bagian dibawah bagian dalam tajuk yang dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal dan akhir menjelang musim hujan.
- Pupuk anorganik berbentuk tablet, diberikan dalam 8 lubang tugal (4 lubang dibawah proyeksi tajuk dan 4 lubang tual dibawah tajuk bagi andalam) sedalam 10 – 15 cm. Pupuk tablet hanya diberikan setahun sekali, yaitu pada awal musim hujan.
- Dosis umum tanaman cengkeh bentuk butiran maupun tablet adalah sebagai berikut :

Dosis Umum Pemupukan Tanaman Cengkeh Muda
Umur
Tanaman
(Tahun) Pupuk Butiran
(kg/pohon/tahun) Pupuk Tablet
/(PMLT)
(kg/phn/th)
Urea TSP KCI Kieserit NPKCaMg
1 0,06 0,045 0,035 0,035 0,02
2 0,12 0,080 0,075 0,080 0,03
3 0,25 0,15 0,12 0,10 0,04
4 0,40 0,25 0,20 0,15 0,05
5 0,60 0,40 0,40 0,20 0,06
6 0,90 0,60 0,60 0,25 0,08
7 1,25 0,90 0,90 0,30 0,10
8 1,75 1,25 1,10 0,40 0,15
9 2,00 1,50 1,30 0,50 0,20
Keterangan :
Pupuk Butiran diberikan 2 kali/tahun, awal MH dan akhir MH
Pupuk PMLT diberikan 1 kali/tahun, awal MH
Sumber : Memproduktifkan cengkeh, tanaman tua, tanaman telantar,
Agus Ruhnayat,2002.

Sedangkan dosis pupuk anorganik pada intensifikasi tanaman cengkeh dewasa, sebagai berikut :
Umur
Tanaman
(Tahun Pupuk Butiran
(Kg/pohon/tahun)
Pupuk Tablet
/(PMLT)
(kg/phn/th)
Urea TSP KCI Kieserit NPKCaMg
10 3,90 0,80 2,00 0,80 0,40
11 4,30 0,80 2,10 0,90 0,40
12 4,70 1,00 2,40 1,00 0,40
13 5,00 1,00 2,60 1,00 0,40
14 5,40 1,00 2,90 1,10 0,40
15 5,80 1,00 3,00 1,10 0,40
16 6,00 1,00 3,00 1,20 0,60
17 6,40 1,20 3,40 1,20 0,60
18 6,70 1,20 3,60 1,30 0,60
19 6,90 1,20 3,80 1,30 0,60
20 7,20 1,20 3,90 1,30 0,60
21 7,50 1,20 4,10 1,30 0,80
22 7,60 1,30 4,20 1,30 0,80
23 7,60 1,30 4,30 1,30 0,80
24 8,00 1,30 4,50 1,60 0,80
25 8,10 1,30 4,60 1,60 0,80
26 8,20 1,30 4,70 1,70 1,00
27 8,40 1,60 4,90 1,70 1,00
28 8,50 1,60 5,00 1,90 1,00
29 8,60 1,60 5,00 1,90 1,00
30 8,80 1,60 5,10 2,00 1,00
> 30 9,10 1,90 5,40 2,10 1,30
Keterangan :
- Pupuk butiran diberikan 2 kali/tahun, yaitu 3-4 bulan
Menjelang pembentukan bakal bunga (awal musim kemarau)
Dan 3 bulan setelah pembentukan bakal bunga.
- Pupuk PMLT diberikan 1 kali/tahun, yaitu 3 – 4 bulan
Menjelang pembentukan baal bunga.

6. Pengendalian Hama dan Penyakit.
Serangan hama dan penyakit sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman cengkeh, bahkan pada serangan berat dapat menyebabkan kematian.
Hama yang umum menyerang tanaman cengkeh adlah penggerek, perusak pucuk, perusak daun dan perusak akar. Sedangkan penyakit yang sering menyerang antara lain : Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh (BPKC), Cacar Daun Cengkeh (CDC), Die back (mati ranting), embun jelaga.
Untuk pengendaliannya dapat digunakan insektisida/fungisida sesuai anjuran.

E. Panen
Produk utama tanaman cengkeh adalah bunga, yang pada waktu dipanen kadar airnya berkisar antara 60 – 70 %. Waktu yang paling baik untuk memetik cengkeh adalah sekitar 6 bulan setelah bakal bunga timbul, yaitu setelah satu atau dua bunga pada tandanya mekar dan warna bunga menjadi kuning kemerah-merahan dengan kepala bunga masih tertutup, berisi dan mengkilat.
Pemungutan bunga cengkeh dilakukan dengan cara memetik tangkai bunga dengan tangan, kemudian dimasukkan kedalam kantong kain atau keranjang yang telah disiapkan, menggunakan tangga segitiga atau galah dari bambu, serta tidak merusak daun disekitarnya pada waktu pemetikan. Waktu panen sangat berpengaruh terhafdap rendemen dan mutu bunga cengkeh serta miyak atsirinya.
Saat pemetikan bunga cengkeh yng tepat yaitu apabila bunga sudah penuh benar tetapi belum mekar, pemetikan yang dilakukan saat bunga cengkeh masih muda (sebelum bunga masak) akan menghasilkan bunga cengkeh kering yang keriput, kandungan minyak atsirinya rendah dan berbau langu (tidak enak). Sedangkan apabila pemetikan terlambat (bunga sudah mekar) setelah dikeringkan akan diperoleh mutu yang rendah, tanpa kepala serta rendeman rendah.

F. Penanganan Bunga Cengkeh
Sebelum dikeringkan, bunga cengkeh dipisahkan dari tangkai/gagang dan dikeringkan secara terpisah. Pada tahap ini dilakukan pemisahan antara bunga cengkeh yang baik, bunga yang terlalu tua dan yang terjatuh, setelah itu bunga cengkeh segera dikeringkan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menjemurnya dipanas matahari langsung atau menggunakan pengering buatan.
- Bunga cengkeh yang akan dijemur dihamparkan pada alas tikar, anyaman bambu (giribig) atau plastik, atau pada lantai jamur yang diberi alas plastik.
- Selama proses pengeringan cengkeh dibolak-balik agar keringnya merata.
- Proses pengeringan dianggap selesai apabila warna bunga cengkeh telah berubah menjadi coklat kemerahan, mengkilat, mudah dipatahkan dengan jari tangan dan kadar air telah mencapai sekitar 10 – 12 %.
- Lamanya waktu penjemuran dibawah sinar matahari sekitar 3 – 4 hari.


sumber:
Tahun : 2007
Penulis: Dinas Perkebunan
Publisher: Dinas Perkebunan

Label: ,

Selasa, 19 Agustus 2008

Mempercepat Panen Raya Cengkeh

Mempercepat Panen Raya Cengkeh dengan Grand S-15

Melejitnya harga cengkeh di pasaran tak urung membuat petani yang tadinya acuh kini kembali melirik dan mengusahakannya secara besar-besaran. Namun, harapan untuk bisa menangguk untung tiap tahun harus berhadapan dengan kendala tidak optimalnya panen raya cengkeh setiap tahun. Penggunaan NPK Grand-S yang diberikan secara teratur dan seimbang ternyata mampu mengurangi interval waktu panen raya setiap tahunnya sehingga harapan menangguk untung setiap tahun itu kini dapat terobati dengan adanya NPK Grand S-15.

Cengkeh yang memiliki nama latin Eugenia aromatica ini adalah salah satu komoditi perkebunan yang memiliki peranan penting dalam dunia perdagangan saat ini. Tidak kurang dari industri kecil sampai besar yang meliputi industri pabrik rokok, kosmetika, parfum, maupun rempah - rempah sangat membutuhkan komoditas ini. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang semakin meningkat, komoditas cengkeh dari Indonesia juga ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri. Dengan tingkat kurs rupiah terhadap dolar yang semakin melemah memberikan keuntungan tersendiri yang pada akhirnya dapat membuat harga cengkeh menjadi ikut terkatrol. Bahkan, indikasi membaiknya harga cengkeh diperlihatkan dari tingkat harga yang terjadi saat ini yaitu sekitar Rp. 60.000 – Rp. 70.000/kg kering. Kenyataan tersebut telah memberikan rangsangan bagi para petani khususnya petani cengkeh terutama di wilayah Sulawesi seperti Sulawesi Utara, Tengah, Selatan dan Tenggara untuk kembali memperhatikan tanaman cengkehnya yang pernah terlupakan bahkan pernah dimusnahkan.
Bagaimana tidak menggiurkan? penanaman cengkeh yang biasanya menggunakan jarak tanam 5 x 5 meter atau 4 x 4 meter, dimana satu pohon cengkeh mampu menghasilkan
Panen raya cengkeh yang normal hanya dapat terjadi pada interval 2-4 tahun sekali
4 – 8 kg kering dengan kadar air berkisar antara 12 – 15%, maka dalam satu hektar lahan yang berarti kurang lebih 625 populasi, bisa menghasilkan pendapatan Rp. 187.500.000,- (asumsi panen satu pohon rata-rata adalah 6 kg, dengan tingkat harga rata-rata Rp. Rp.50.000/kg). Tidaklah mengherankan bila banyak petani yang mendapat keuntungan berlipat dari penanaman cengkeh ini. Keadaan ini sungguh kontras dengan saat cengkeh masih ditangani BPPC, dimana para petani cengkeh saat itu sangat dirugikan bahkan dengan sangat terpaksa menebangi pohon-pohon cengkehnya dan mengganti dengan tanaman baru. Keuntungan yang didapatkan ini tentu saja tidak terlepas dari peran keberhasilan tanaman cengkeh dalam menghasilkan bunga dan buah, rendahnya pasokan cengkeh dalam negeri serta situasi ekonomi yang kondusif (dalam arti meskipun nilai pertukaran rupiah dengan dolar merugikan sektor lain, namun memberikan keuntungan pada sektor lain yang diekspor ke luar negeri). Tanpa itu, maka mustahil keuntungan tersebut dapat kita raih. Keberhasilan penanaman cengkeh sangat dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). Salah satu faktor internal yang turut mempengaruhi adalah munculnya bunga cengkeh. Bila dihitung sejak pembibitan, cengkeh Zanzibar mulai berbunga pada umur 6 – 7 tahun sedangkan type Sikotok dan Siputih akan berbunga 7 – 8 tahun. Cepat lambatnya pohon cengkeh berbunga erat kaitannya dengan ketinggian tempat dari permukaan laut. Dimana semakin rendah ketinggiannya, maka akan semakin cepat pohon cengkeh tersebut berbunga dan sebaliknya. Bunga cengkeh ideal yang bisa dipanen adalah bunga yang timbul pada umur enam bulan dengan waktu pemetikan pada saat sebelum bunga mekar. Bila pemetikan terlambat yaitu pada saat bunga cengkeh sudah mekar, maka akan mengurangi kualitas cengkeh yang dihasilkan. Hal ini karena pada saat tersebut cengkeh yang dipetik sudah tidak ada kepalanya dan sebaliknya bila dilakukan pemetikan terlalu awal akan mengurangi kualitas cengkeh yang disebabkan oleh rendahnya tingkat rendemen. Di beberapa areal cengkeh yang berhektar-hektar, ada yang dinamakan dengan istilah Panen Raya Cengkeh dan Panen kecil. Biasanya ini terdapat di daerah yang memiliki areal cengkeh yang luas dengan populasi yang tinggi. Panen Raya atau Panen besar ditandai dengan pembungaan lebat yaitu sekitar 90% atau lebih dari seluruh pucuknya telah berbunga dan jumlah bunga setiap rumpun sangat banyak. Sedangkan panen kecil ditandai dengan pembungaan yang kurang dari 50% -nya. Namun demikian, hal itu tentu saja tidak dapat dijadikan patokan bila kita memiliki pohon cengkeh yang sedikit. Bisa saja pada saat panen raya ternyata jumlah bunga yang keluar sedikit yang disebabkan oleh penyakit, hama maupun faktor cuaca. Sehingga dalam hal ini kita dapat melihat keseragaman tanaman cengkeh kita saat berbunga dalam menentukan kapan saatnya yang tepat untuk panen. Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah bahwa panen raya ini hanya terjadi 2 – 4 tahun sekali. Interval waktu tersebut bisa saja lebih lama lagi bila didukung dengan musim kemarau yang berkepanjangan. Menurut Toyib hadiwijaya (1982) mengungkapkan bahwa bila indeks produksi di tahun panen besar atau panen raya diberikan angka 100, maka panen kecil berikutnya akan menunjukkan indeks produksi : 60 – 70 % untuk tipe Zanzibar, 10 – 30 % untuk type Sikotok, dan 0 - 20 % untuk tipe Siputih. Keadaan demikian tentu saja sangat riskan bagi petani yang ingin segera menikmati hasilnya.Persoalannya akan menjadi lain ketika disaat panen raya ternyata hasil yang kita dambakan dan kita tunggu tidak sesuai harapan. Sering didapatkannya bunga cengkeh yang hampa yang me-nye-babkan rendemen hasil menjadi rendah, merupakan salah satu gangguan yang sering didapatkan petani cengkeh. Kasus tersebut mengundang beberapa peneliti untuk melakukan serangkaian riset yang berkaitan dan setelah dilakukan pengujian, ternyata penyebab bunga cengkeh yang hampa tersebut erat kaitannya dengan pemupukan, dalam hal ini pemupukan nitrogen, phospat dan kalium. Dari beberapa studi literatur yang telah dilakukan, disebutkan bahwa pemupukan yang cukup yang diimbangi dengan pemberian air di musim kemarau akan dapat mengurangi turunnya produktivitas akibat panen kecil. Berdasarkan penyataan diatas, maka timbul suatu pertanyaan mengapa tanaman cengkeh panen rayanya hanya dapat dilakukan 2-4 tahun sekali? Untuk menjelaskan hal ini, beberapa prinsip dasar agronomi dan fisiologis tanaman dapat menjelaskan permasalahan tersebut, dimana panen raya cengkeh yang dicirikan dengan pembungaan diatas 95% akan menyebabkan beberapa hal diantaranya : (1) kerusakan pada pucuk-pucuk daun yang akan memberikan efek pada ketidakseimbangan tajuk pohon cengkeh. (2) tanaman cengkeh akan mengalami kekurangan energi akibat tingkat serapan energi yang tinggi saat pembungaan panen raya. Energi yang dimaksud disini adalah energi berupa ATP dan ADP, dimana ATP atau Adenosin Tri Phosphat merupakan senyawa organik yang kaya energi dan diperoleh melalui pengubahan ADP (Adenosin Diphosphat) dalam proses fosforilasi dengan bantuan cahaya matahari. Disini jelas terlihat bahwa ternyata permasalahan panen raya juga erat kaitannya dengan keterbatasan energi dan kerusakan pada pucuk. Adanya luka/kerusakan pada jaringan daun ini pada saat panen raya secara tidak langsung akan menyebabkan energi yang ada terkuras. Energi tanaman yang berupa ADP dan ATP ini tidak selalu tersedia secara optimal padahal pada fase proses pembentukan bunga besar-besaran (90%) dan penutupan luka tersebut sangat dibutuhkan energi yang sangat besar. Adanya keterbatasan energi yang ada yang terserap ini tentu saja berimplikasi pada proses pembungaan tahun berikutnya yang tidak lagi optimal (dibawah 50%). Bertolak dari asumsi bahwa pemupukan merupakan alternatif utama untuk mengatasi ketersediaan energi pada ATP dalam tubuh tanaman, telah dilakukan percobaan pemupukan secara sederhana dengan menggunakan pupuk Grand-S 15 yang dilakukan dengan menggunakan dosis 1,5 kg per pohon cengkeh setiap selang 4 bulan selama dua tahun. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara dibenamkan di sekeliling tanaman cengkeh sesuai lebar tajuk. Percobaan yang dilakukan di areal pertanaman cengkeh Kec. Tomohon, Kab. Minahasa Propinsi Sulawesi Utara ini menggunakan sampel 50 buah.Hasil studi di lapangan menunjukkan bahwa perlakuan NPK Grand-S sebanyak 1,5 kg per pohon cengkeh yang sudah berumur 4 tahun keatas memberikan respon positif. Dimana terdapat perbedaan yang nyata antara tanaman yang dipupuk Grand S-15 dengan tanaman yang tidak dipupuk. Pada tanaman yang mendapat perlakuan Grand S-15 didapatkan hasil bahwa panen raya yang ditandai dengan dominasi pembungaan secara besar-besaran dapat dilakukan setiap tahun dengan prosentase pembungaan berkisar antara 70 – 80%. Meskipun percobaan ini dilakukan tanpa menggunakan kontrol sebagai pembanding, namun tanaman cengkeh yang lain tanpa menggunakan Grand-S-15 menunjukkan angka tingkat prosentase pembungaan yang rendah yaitu hanya mencapai 30 – 40% saja.
Peranan Grand S-15 dalam pembentukan protein dan asam nukleat
Berdasarkan hasil percobaan sederhana tersebut, dapat disimpulkan bahwa pupuk NPK Grand-S-15 ini dapat mensubstitusi kebutuhan energi dalam bentuk ATP dan ADP setiap saat pada tanaman cengkeh sehingga mampu mengurangi interval panen raya dari 2 – 4 tahun menjadi hampir setiap tahun. Pupuk NPK Grand-S ini terdiri dari tiga unsur makro utama yaitu Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K) dengan kandungan berimbang yaitu N = 15%, P = 15% dan K = 15%. Disini perlu kami jelaskan secara teoritis bagaimana mekanisme biokimia dari tiap-tiap unsur baik N, P maupun K dalam Grand-S sehingga menjadi informasi mengapa pupuk Grand-S ini dapat mengurangi interval waktu panen raya atau dengan kata lain dapat mempercepat waktu panen cengkeh.
Nitrogen (N) Djayadirana (2000) mengungkapkan bahwa Nitrogen merupakan zat lemas sebagai unsur penting bagi pertumbuhan tanaman khususnya dalam pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Semakin tinggi kadar nitrogen, maka semakin cepat pula sintesis karbohidrat yang terjadi. Tanaman menyerap unsur N dalam bentuk NO3- dan NH4+. namun ion mana yang diserap lebih dahulu tergantung dari keadaan pH tanah. Pada pH diatas 7, maka ion NH4+ yang lebih cepat diserap, sedangkan bila kondisi tanah mempunyai pH dibawah 7, maka justru ion NO3- lah yang lebih cepat diserap oleh tanaman. Hal ini disebabkan karena pada pH diatas 7 (basa) terdapat ion OH- sehingga saling bersaing dengan ion NO3- yang sama-sama memiliki muatan negatif. Sebaliknya pada pH rendah dengan tanah bersifat asam banyak terdapat ion H+ yang akan bersaing dengan NH4+ yang sama-sama memiliki muatan positif, sehingga peluang ion NO3- lebih besar untuk diserap. Manfaat unsur N bagi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pada pertumbuhan vegetatifnya. Peran N dalam pupuk NPK Grand-S dapat dijelaskan pada gambar 1. Protein dan asam nukleat yang dibentuk oleh N dalam pupuk Grand-S tersebut digunakan untuk pengisian inti sel yang terus membelah diri menjadi ber-kembang dua kali lipat, dan seterusnya. sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman berjalan secara normal. Keadaan inilah yang bisa menutupi dan mengganti pucuk-pucuk yang rusak saat panen raya dalam waktu yang singkat, sehingga siap untuk proses pembungaan selanjutnya.
Phospor (P) Phospor merupakan unsur makro yang dibutuhkan tanaman untuk menyusun protoplasma dan inti sel. Unsur ini diserap oleh tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-. Fungsi utama dari unsur ini adalah mempercepat pertumbuhan akar semia, mempercepat dan memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi dewasa, mempercepat pembungaan dan pemasakan biji, dan meningkatkan produksi biji. Dari ketiga macam ion tersebut, yang paling mudah terserap akar adalah berupa ion H2PO4-, karena bermuatan satu sehingga tanaman hanya membutuhkan energi yang lebih sedikit dibandingkan ion H2PO4- maupun PO43-. Adapun pentingnya unsur P bagi tumbuhan adalah : (1) sebagai senyawa utama untuk membentuk ATP dan ADP yaitu senyawa yang dihasilkan pada proses respirasi siklus kreb sehingga tanaman mampu melakukan semua aktivitasnya seperti pembungaan, pembelahan sel, pembesaran sel dan transpirasi maupun absorbsi (penyerapan). (2) membentuk DNA dan RNA untuk pembentukan inti sel, (3) membentuk senyawa fosfolipid yang berfungsi dalam mengatur keluar masuknya zat-zat makanan dalam sel. Implikasi dari teori biokimia ini mengarah pada kesimpulan bahwa fungsi P erat kaitannya dengan waktu panen cengkeh. Hal ini disebabkan karena phospor sangat dibutuhkan tanaman cengkeh pada saat mulai berbunga/ proses pembungaan. Sehingga wajar bila pada fase ini kekurangan unsur P akan mengakibatkan proses pembungaan menjadi terhambat.
Kalium (K) Kalium merupakan unsur utama yang dibutuhkan tanaman yang sangat penting perannya dalam pembentukan protein dan karbohidrat, mengeraskan jerami dan bagian kayu, mening-katkan resistensi terhadap hama dan penyakit tanaman serta meningkatkan kualitas biji atau buah. Unsur kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk K+. Dalam beberapa sumber, dijelaskan pula bahwa peran K yang penting dalam tanaman diantaranya sebagai elemen penting yang bersifat higroskopis (mudah menyerap dan menahan air) unsur K biasanya terdapat pada stomata daun. Dengan sifatnya yang higroskopis tersebut, Kalium mampu membuat persediaan air yang ada dan dibutuhkan untuk proses transpirasi, fotosintetis, absorbsi, maupun transportasi unsur hara dalam tanaman tersebut menjadi optimal. Dalam hubungannya dengan tanaman cengkeh khususnya pada saat panen raya, unsur kalium ini sangat berperan penting untuk proses fotosintesis. Hal ini karena keberhasilan dalam fotosintesis yang menghasilkan C6H12O6 ini digunakan tanaman untuk meningkatkan produktifitasnya (berbuah lebat) untuk setiap tahunnya. Dalam reaksi kimia saat pembentukan C6H12O6 yang terbentuk dari air dengan CO2 tersebut , supplay Kalium sangat penting. Tanpa ada unsur ini maka pembentukan zat pati pada proses fotosintesis menjadi terhambat akibat tidak adanya unsur yang mampu mengikat dan menahan air yang biasanya dilakukan oleh K. Dengan kandungan unsur N, P dan K yang seimbang yang juga disertai unsur mikro lain sebagai penunjang, maka jelas bahwa pemberian Grand S-15 ini akan membantu mempercepat panen raya tanaman cengkeh. Harapan penulis, semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat bagi para petani cengkeh khususnya pembaca pada umumnya.
(Ir. Menas Tjionger’s , MS penulis adalah pemerhati pertanian berdomisili di Makassar)

sumber: http://www.tanindo.com/abdi9/hal3101.htm

Label: ,