PETANI WAHID

Saya sangat mengagumi dunia pertanian, saat ini sedang belajar bertani melalui buku, internet, dan pengalaman orang lain .... semua ilmu yang saya peroleh, saya masukkan ke blog ini ... terutama pertanian organik .... Blog ini juga berisi kumpulan searching Petani Wahid mengenai pertanian... saya akan usahakan tampilkan sumbernya ......

Senin, 25 Agustus 2008

Tanah: Tantangan bertani di Indonesia

Hidup di Negara yang Bercekaman Tinggi
Ditulis pada Maret 4, 2008 oleh awangmaharijaya


”Siapa saja yang mengusahakan tanah mati menjadi hidup (dapat ditanami), baginya mendapatkan suatu ganjaran pahala. Dan makhluk apa pun yang mendapatkan makan darinya akan dihitung sebagai pahala baginya”(Hadist)


Tulisan ini ditulis bukan bermaksud mendemotivasi kita untuk mau hidup lagi di Indonesia, namun justru sebaliknya, saya ingin memotivasi pembaca dengan memberikan sedikit uraian mengenai tantangan yang harus dihadapi Indonesia dalam bidang pertanian.

Saya merasa perlu menulis tulisan ini karena pada beberapa postingan milis yang saya dapatkan, masih banyak rekan-rekan yang menulis atau mengambil tulisan dengan tema umum seperti ini, ”INDONESIA NEGARA YANG KAYA AKAN SUMBERDAYA ALAM, MENGAPA TIDAK MAJU” dan yang sejenisnya. Selanjutnya saya bukan bermaksud melakukan pembelaan atau yang sejenisnya.

Adapun yang ingin saya kemukakan adalah pentingnya memahami tantangan pengembangan pertanian dari sisi cekaman yang ditemukan. Saya sering berdiskusi dengan Prof. M.A. Chozin (Guru Besar Ekofisiologi IPB) mengenai kendala perkembangan pertanian dan pemanfaatan sumberdaya alam di Indonesia. Salah satu hal yang sering menjadi inti diskusi adalah banyaknya cekaman yang ada di Indonesia berupa cekaman biotik dan abiotik.

Bahkan kedua jenis cekaman tersebut saling berinteraksi. Kedekatan saya dengan Prof. Chozin terutama visi dan misinya menyadarkan saya sebagai generasi muda yang tumbuh dan berkembang di Indonesia untuk memahami permasalahan ini dan berbuat sesuatu semampu saya. Bangsa Indonesia patut bersyukur karena memiliki wilayah yang berada pada wilayah tropis. Wilayah tropis merupakan wilayah di garis katulistiwa dan wilayah ke utara dan ke selatan sampai sekitar garis lintang 23 ½o.

Luasan wilayah tropika di dunia diperkirakan sebesar 40% dari total permukaan bumi. Dikarenakan secara geografis Indonesia terletak antara 95oBT sampai 141oBT, dan 6oLU sampai 11oLS dengan lebar dari utara sampai selatan sekitar 2000 km dan panjang dari timur sampai barat sekitar 5000 km, maka wilayah Indonesia termasuk dalam salah satu negara tropis terbesar di dunia. Wilayah tropis dikenal memiliki agroklimat yang unik dan berpotensi besar dalam pengembangan pertanian. Iklim tropis tersebut membawa pengaruh terhadap karakteristik lingkungan di wilayah tropis. Karakteristik lingkungan tropis dapat dipandang sebagai suatu potensi yang luar biasa dalam bidang pertanian. Namun demikian, potensi tersebut diiringi dengan berbagai tantangan dalam manajemennya, karena kalau tidak diatasi dengan baik justru dapat menjadi faktor penghambat pertanian di wilayah tropis.


Potensi dan tantangan pertanian di wilayah tropika

Potensi lingkungan tropis terutama sekali terletak pada adanya lingkungan yang beragam dengan agroklimat yang mendukung yang memungkinkan adanya tingkat produksi sepanjang tahun yang stabil. Dengan demikian daya produksi tahunan di wilayah tropis lebih tinggi dibandingkan wilayah lain. Komponen agroklimat yang dimaksud adalah intensitas cahaya matahari (energi surya) yang tinggi, suhu relatif konstant dan kelembaban serta curah hujan yang tinggi. Dengan adanya agroklimat yang baik tersebut, wilayah Indonesia memungkinkan ditumbuhi berbagai organisme sehingga Indonesia dikenal sebagai negara mega-biodiversity. Adanya keragaman tipe ekosistem termasuk adanya tekanan abiotik dan biotik di wilayah tropika dapat mendorong munculnya keragaman genetik tanaman asli dan tidak tertutup kemungkinan untuk mengintroduksi tanaman dari luar (sub-tropis).

Potensi tersebut diikuti oleh berbagai tantangan dalam mengembangkan pertanian di wilayah tropika. Dalam kegiatan pertanian, pertumbuhan tanaman dari fase benih/bibit hingga produksi/panen akan melibatkan berbagai faktor lingkungan biotik dan abiotik. Komponen abiotik adalah iklim dan tanah, sedangkan komponen biotik berupa hama, penyakit dan gulma. Agroklimat yang mendukung pertumbuhan organisme menjadi penyebab tingginya keragaman organisme pengganggu dalam usaha pertanian di wilayah tropis. Dengan adanya faktor tersebut maka pertanian di wilayah tropis seringkali tidak berada pada kondisi yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi tanaman, dan pengembangan pertanian akan bergeser pada lahan dan kondisi agroklimat sub-optimum (bercekaman). Hal tersebut dapat mendorong gap yang besar antara potential yield dan actual yield yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional.

Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, jumlah lahan produksi yang produktif semakin berkurang. Konversi lahan pertanian secara umum saja saat ini adalah sebesar 1.4 % per tahun di pulau Jawa. Lahan pertanian banyak berganti wajah menjadi pemukiman dan fasilitas lain. Dengan demikian diperlukan usaha untuk meningkatkan produktivitas pertanian pada lahan produktif yang semakin terbatas. Untuk kondisi saat ini, usaha untuk meningkatkan kapasitas produksi dapat ditempuh diantaranya dengan cara yaitu: penggunaan bibit unggul, perbaikan teknologi budidaya, perbaikan penanganan pasca panen dan pemanfaatan lahan-lahan bercekaman.

Pemanfaatan lahan-lahan bercekaman merupakan peluang yang besar untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional bahkan dunia mengingat masih banyaknya lahan-lahan bercekaman ini. Sebagai contoh, sampai saat ini lahan sawah irigasi masih menjadi tulang punggung produksi padi nasional padahal pembangunan sistem irigasi memerlukan dana yang tidak sedikit. Adanya kecenderungan penyusutan lahan produktif di Pulau Jawa dan di daerah lain (termasuk lahan sawah produktif) akhirnya mendorong untuk mengarahkan perhatian pada ketersediaan lahan marginal yang ada. Adapun lahan marginal ini diantara berupa lahan tadah hujan, pasang surut, rawa, dan lahan kering.


Cekaman Lingkungan Abiotik pada Lahan-Lahan Marginal

Cekaman abiotik merupakan ancaman pengembangan pertanian di wilayah tropis. Beberapa cekaman abiotik yang dirasakan sangat mengganggu diantaranya adalah kekeringan, terlalu banyak air (genangan), salinitas/alkalinitas, tanah sulfat masam, kekurangan unsur P dan Zn, serta keracunan Al dan Fe.

Kekeringan dan Genangan air

Ketersediaan air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang penting bagi produksi pertanian. Mayoritas tanaman memerlukan cukup banyak air sehingga masih cukup sulit dikembangkan pada lahan-lahan kering. Meskipun demikian jika terlalu banyak air atau tergenang sepanjang waktu juga tidak menguntungkan bagi tanaman dan akan terjadi pengurangan nilai produksi.

Kemasaman Tanah

Kemasaman tanah merupakan kendala paling inherence dalam pengembangan pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh normal (sehat) umumnya pada ph 5,5 untuk tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral karena pada pH <> 50 cm dari permukaan tanah. Kendala produksi tergolong kecil karena mutu tanah tidak termasuk bermasalah.
Lahan sulfat masam adalah lahan yang mempunyai lapisat pirit pada jeluk <>sumber: http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/03/04/hidup-di-negara-yang-bercekaman-tinggi/

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda